Senin, 08 Oktober 2012

23th Page of Life

The Universe conspire..itulah yang terjadi hari ini, semesta seakan bekerja sama untuk membuat hari ini terasa sangat istimewa.. 
Well,,hari ini aku beusia 23tahun..sudah cukup tua untuk seorang gadis lajang katanya.. T__T
Awalnya sih telah ada rencana yang kusiapkan untuk hari ini,,pagi aku berencana ke Malioboro Mall bareng Dewi untuk mewujudkan cita-cita membeli sepatu yang sudah sekian lama membuatku ’telan ludah’..hahaha..trus malamnya akan ku isi dengan jalan bareng teman-teman kuliah..nonton Economic Jazz, yang tiketnya udah di beli sejak sebulan lalu..udah fitting baju buat ntar malam juga nih critanya..hehehe.. 
Tapi, keajaiban layaknya fairy tale seperti nya juga terjadi di dunia nyata..tepat jam 12 semseta sepertinya punya rencana lain untukku..
Handphone ku berdering beberapa kali malam itu..beberapa sms kulihat masuk namun belum aku pedulikan karena kantuk yang masih tidak tertahan..jam 12 tepat..nada dering yang sangat aku kenal membangunkanku, nama ‘eka putra’ muncul di layar handphone ku..ku angkat dengan bersemangat, seketika itu kantuk ku juga hilang..hehehe..suara Hasrul terdengar mengantuk juga mengucapkan selamat ulang tahun padaku..aku sangat bahagia,, 
dengan suara agak serak dia kemudian berkata “ada ka’ di depan pintu ta"
"eh? Nda mungkin lah", jawabku..dia kan di gorontalo, lagian mana bisa cowok masuk kosan ku..udah ditilang duluan ama mas dwi..hehehe.. 
tapi dengan nada meyakinkan dia kembali berkata, “coba mi buka pintu ta” 
akhirnya dengan kepala yang masih puyeng ku buka pintu kamar, dan disana telah ada sebuah kotak yang terbungkus dengan sangat indah,,sebuah kado..ingin rasanya aku berteriak karena senang, tapi buru-buru kutahan, takut membangunkan semua anak kost..hehehe.. 
Dengan bersemangat, dan dengan handphone yang masih menempel di telinga aku membuka kado itu..dan isinya cukup untuk membuat aku menangis terharu..itu adalah sapatu yang ingin kubeli..entah bagaimana Hasrul bisa tahu kalau itu benda yang paling kuidamkan saat itu..dia memang sering memberiku kejutan saat hari-hari yang kami anggap istimewa..tapi kejutan hari ini berbeda,,Hasrul yang kukenal punya penyakit “difficult choosing the right gift - susah memilih kado yang tepat’.. :p tapi kali ini dia seperti bisa membaca pikiranku,,it’s a perfect gift.. 
Belakangan baru aku tahu kalau pemilihan kado itu dan sampainya di depan pintu kamarku adalah hasil kosnpirasi hasrul yang melibatkan dewi dan kaka'icha.. :D
Di dalam bungkusan itu juga terdapat sebuah kartu ucapan lucu dengan tulisan ‘your birthday is no ordinary day’, keluaran Hallmark, yang lebih lucu lagi kartu bisa mengeluarkan suara riuh seolah ulang tahun ku dirayakan dengan sangat meriah..seingatku kartu seperti itu pernah kulihat di stuffbox punya kk’icha, dan pernah juga dikirim temannya puput dari amerika..dan dari itu aku tahun Hasrul telah mempersiapkan kejutan ini untukku sejak lama.. :’)
Akhirnya setelah mengucapkan doa, dia menutup telepon untuk kembali tidur..aku pun menarik selimut dan kemudian membuka inbox hpe ku..di sana ada beberapa nama yang mengirimkan ucapan selamat ulang tahun,,namun aku terdiam sesaat saat melihat sebuah nama..’my daddy’..kubuka pesan itu,,dan air mataku kembali menetes,,sesaat itu aku berdoa agar ayahku selalu diberi kesehatan, agar selalu dapat memberikan kebahagiaan kepada ku dan keluarga kami.. :’) 
Malam itu aku tidak bisa tidur..akhirnya aku memutuskan untuk membuka laptop..ku buka laman twiter dan facebook..di sana telah ada beberapa ucapan selamat,,namun tanganku sepertinya masih malas mengetik balasan..hehehe..akhirnya aku menghabiskan malam itu dengan memantau berita dan streaming video tentang kisruh KPK dan Polri,,hahaha..malam yang sangat ‘panas’ sepertinya.. aku baru bisa terlelap sekitar pukul 3..
Satu jam kemudian hanphone ku kembali berdering, dan nama ‘ibukuww’ ada disana..aku masih merasa sangat mengantuk namun ku angkat panggilan itu dengan penuh semangat..suara ibu ku lembut seperti biasa..darinya aku tahu bahwa dia baru saja selesai menunaikan shalat tahajjud dan shalat subuh,,untuk mendoakan kebahagiaan dan keselamatan ku..seandainya saat itu aku tidak sedang berhalangan aku pasti melakukan hal sama,,hehehe..air mata ku mulai menetes namun tetap ku jaga suaraku agar tidak ketahuan olehnya.. 
Setelah cukup lama berbincang dengan ibuku, hanphone kemudian beralih ke adik bungsu ku,,cece..dia sangat berbahagia dengan ulang tahunku..dia juga mengucap beberapa doa..dan sebelum menutup pembicaraan seperti biasa dengan suara yang sengaja di manja-manjakan dia pasti akan berkata.. kakaaa’ belikan ka’ iniiiii… (iniii refers to benda-benda yang dia mau..bisa baju, sepatu, boneka, deelel..hahahaha) 
Tak lama setelah kututup telepon, kembali kudengar nada dering pribadiku..ternyata kaka’icha yang menelpon..begitu kuangkat, aku sidikit terlonjak mendengar suara di seberang sana.. 
titaaaa,,,hepiiii besdeyyy… 
heppii besdeyy kaka’ titaaaa.. 
kaka’icha dan puput sepertinya sedang berebutan Hp untuk mengucapkan selamat padaku...hahaha..iloveu sisters..setelah bercerita cukup lama telepon kututup..aku merindukan mereka.. :’) 
Setelah subuh kudengar pintu kamarku diketuk..begitu ku buka dewi telah berdiri di sana memegang kue dengan lilin menyala dan sebuah kado…huaaa..aku sangat bahagia..setelah mengucap doa bagi kami berdua (doa untuk kelancara tesis terutama :p) aku meniup lilin, dan aku kemudian memeluknya erat.. 
aku membuka kado dari dewi yang isinya dua buah boneka emote ‘peluk-cium’..huaaa..lucuuu..makasii dewiiii..dan kami pun makan kue bersama..hehehe 
Setelah dewi kembali ke kamarnya aku memutuskan untuk kembali tidur mengingat tidurku yang belum cukup 4 jam..hehehe.. 
Aku terbangun pukul 9..saat matahari mulai cerah,,hmm..hari ini akan indah..gumamku dalam hati.. 
Rencana yang telah kususun untuk hari ini telah berubah total..pagi yang harusnya aku habiskan di Malioboro Mall sudah dibatalkan.. :p 
Aku meng-sms dewi kalau kita keluarnya setelah dhuhur sekalian makan siang..saat itu kuputuskan juga untuk mengajak vera, hurria dan k’nono..tapi sayangnya mereka bisanya sore..k’nono dan vera ada acara lain, sementara Hurri harus kuliah..yah aku sedikit bingung..soalnya aku harus nonton konser, paling tidak berangkat dari kosan pukul 6, dan kalau makan-makan nya jam 5, takutnya gak keburu..akhirnya setelah sedikit berpikir aku memutuskan untuk batal ikut nonton konser jazz..aku meng-sms k’mimin untuk mengambil tiket ku..dan dia dengan senang hati menerima..hehehe.. 
Tadinya nonton konser itu adalah salah satu rencana ku untuk merayakan dan membahagiakan hari ini,,tapi aku sudah merasa cukup bahagia dengan rancana-rancana yang lain..lagi pula kalau dipikir-pikir k’mimin sepertinya lebih butuh hiburan malam minggu, supaya gak terus-terusan galau .. :p 
#bahagia akan lebih berarti ketika bisa berbaginya dengan orang lain, batinku..
Karena siang ini aku tidak ada kegiatan..maka kuputuskan untuk melakukan aktifitas akhir pekan, mencuci pakaian.. :D yang kemudian kulanjutkan dengan membalas pesan-pesan di twiter dan facebook..begitu banyak yang mendoakanku..semoga doa mereka dikabulkan Ya Allah..dan semoga Engkau melimpahkan rahmat-mu bagi mereka..aminnn.. 
Aku ketiduran dan terbangun pukul 2 siang..seharusnya aku sudah bersiap-siap jalan, tapi kulihat matahari sangat tidak bersahabat, aku pun ke kamar dewi dan kami memutuskan jalannya setelah ashar saja.. :D 
Pukul 3 lebih 30menit..aku bersiap-siap..pukul 4.15 kami meninggalkan kosan menuju sebuah rumah makan yang letaknya juga tidak jauh dari kosan kami..salah satu kesyukuran kami dengan kosan ini adalah letaknya yang sangat strategis,,tempat makan tersedia dari angkringan sampai yang selevel Konro Sulawesi.. :p fast food juga banyak,,pizza hut dan hoka-hoka bento masih disekitaran kosan kami..jadi kemana-mana kami lebih sering berjalan kaki.. so gak perlu ribet mencari transportasi yang memang susah di kota ini… 
Agak sedikit terlambat Hurria dan Vera sampai di rumah makan pukul 5 lewat 15menit..dan tidak kusangka mereka membawa cheese cake..hmmm..delliciousss.. ^_^ sayangnya k’nono tidak bisa datang karena motor lagi dipake ama temannya.. :( tapi gak papalah..lain kali kita jalan-jalan sama-sama lagi ya k’…:)
Kami menghabiskan waktu lumayan lama di rumah makan itu..banyak yang kami ceritakan..terutama cerita-cerita tentang kampung halaman dan orang-orang yang memang seringkali menjadi trending topik..hahaha..maafkan kami Ya Allah.. =) 
Setelah menyantap cheese cake (mas di warung makan dengan senang hati meminjamkan kami piring kecil dan sendok) kami pulang ke rumah..saat itu sekitar jam setengah 8 malam.. 
Aku dan dewi nyampe di kosan sekitar pukul 8..setelah mandi, aku membaringkan badan dan membalas komen di facebook dan di twiter..saat itu aku baru merasa betapa pegalnya kaki dan punggungku.. T__T 
Aku menutup hari ini setelah bercerita dan mengucapkan selamat tidur buat hasrul.. 




Terimakasih telah mengirimkan orang-orang yang mencintaiku hari ini Ya Allah.. 
Rencana Allah selalu lebih indah..The universe loves me.. ^__^

kaliurang 6 oktober 2012

Sabtu, 29 September 2012

Jumat Ceriaaa :D

Hari Jumat membawa berkah..pastinya..tapi berkah untuk dua minggu terakhir ini lebih berbeda buat saya dan beberapa pengguna provider Telkomsel.. :D

Yuup..Nonton Gratis..buat pelanggan telkomsel yang udah punya banyak poin, bisa nukarin poinnya dengan voucher nonton..100 poin buat satu tiket.. Bagi saya ini mah anugrah..hahaha..kapan lagi nonton gratis.tis.tis.tis.. lumayan dong ya buat selingan di antara tumpukan tugas, dengan menghemat 35ribu.. :D

Poin telkomsel saya sih gak seberapa sebenarnya. tapi demi dapat yang gratisan harus berjuang dengan sekuat tenaga dong..jadi strategi yang kami jalankan adalah dengan mengumpulkan poin orang lain,,#ajarannyadewi.. :p  yah kalau sy sih target utamanya pasti ayah yang punya buanyaakk poin buat di tuker..hihihhihi..kan gak kepake juga tuh poinnya dari pada hangus atau dituker buat undian yang gak jelas, mending buat nonton gratis..hahaha...



inda ma dewi yang lagi ngantri voucher..semangatt!! ^0^9


ini dia vouchernyaaaa, bisa buat nonton apa aja,,kecuali 3D..selamat menonton.. ^___^
Jumat depan kami datang lagi.. :D

nb : hanya berlaku di empire XXI..
buat yang mau mengikuti jejak gak jelas kami, bagusnya abis jumatan langsung cuss,,soalnya antriannyaaa.. astagfirullah.. -__-"

My Most Favorite Movies ^_^

Well..kita masing-masing pasti punya film-film favorit yang nempel banget di hati. entah itu karena jalan ceritanya, pemain-pemainnya atau ada yang juga karena konek ama pengalaman pribadi kita..hehehehe

and..these are my most favourite movies,,yang menurut saya layak dapet nilai 10.. :D

  • Iron Man 2..the best, the coolest superhero in the world, dan satu-satunya superhero yang ngaku superhero :D.. dan kau tahu apa kata-kata favoritku dalam film ini.."I can privatize the world peace"-Tony Stark.. kalau ketemu ama pak Rizal dan pejuang perdamaian lainnya, pasti udah di jitak nih si Tony Stark..hahaha..Tapi gak kebanyang juga sih kalau yang kayak ginian ada di dunia nyata..gimana jadinya..mungkin damai, tapi lebih mungkin tambah kacau.. :D


  • Titanic...the best ending ever.. ^__^. Masih ingat endingnya Titanic? Itu ending terbaik dari semua film yang telah ada. pokoknya abis nonton film ini saya pasti akan kepikiran semalaman trus kebawa mimpi yang isinya bertemu cinta sejati..hahaha..but I have already found him..hehehe..



  • Pirates of the Carribian 3 - At worlds end.. Johnny Deep..Orlando Bloom..aku padamuuuu..film yang ketiga ini yang paling keren dari semua cerita Pirates of the Carrebian..you know what? karena ini yang paling romantis.. :p Pokoknya kisah cinta Will ma Elizabeth paling mantep di film yang ketiga ini, tapi dengan gak menyampingkan posisinya si Jack sparow sebagai tokoh utama pastinya...Dan kata-kata yang paling sering saya kutip dari film ini adalah "perhatikan cakrawala," kata perpisahan Will ke Elizabeth saat dia mutusin buat jadi kapten The Flying Dutchman..^^



  • The Notebook..Ryan Gosling and Rachel McAdams..my most favorite couple..sayangnya mereka putus,,dan si Gosling malah jadian Eva Mendes..ugghh.. T_T



  • Lord of The Rings 2 - The Two Towers. Dari tiga film LOTR kayaknya yang kedua ini yang paling keren. Di film yang kedua ini ceritanya lebih seru dari yang pertama, saat pertarungan telah benar-benar dimulai. Adegan favoritku di film ini adalah ketika si Saruman nantangin Gandalf duel, dan akhirnya dia kecele dan kalah karna ternyata Gandalf udah naik tingkat jadi penyihir putih..hahaha.. Sebenernya film ketiga juga lumayan bagus sih, cuma endingnya agak sedikit nyesek soalnya si Frodo harus berpisah dengan teman-teman dan ninggalin Shire.. yeaahh, I don't really like separation in ending.. 


  • Madagascar 3 - gokil euuuyyy.. Kalau tentang film yang satu ini saya speechless. Sebenarnya sempat sih bertanya-tanya film apa yang bakalan make' fireworks-nya Katy Perry sebagai salah satu sountracknya..dan, eh ternyata, lagu itu nongol di film ini, mengiringi adegan yang sangat gila.. :D Pokoknya, nonton aja sendiri dan rasakan sensasinya..hahahaha




So..here is my outstanding movies..where is yours?

The Sark Island

Jika Anda berada di Kepulauan Sark, Inggris, Anda dapat melihat meteor, rasi bintang, seisi Bimasakti membentang di cakrawala. Pulau pedesaan kecil dari Kepulauan Channel—5,4 kilometer persegi dan 600 jiwa, tanpa mobil atau penerangan—jadi surga bagi astronom mata-telanjang. Tahun ini Sark adalah pulau pertama di dunia yang dianggap sebagai Dark Sky Place (Lokasi Langit Gelap) oleh International Dark-Sky Association, organisasi nirlaba di AS. ( National Geographic Indonesia)


Wooooaaahhh..I love the stars..

kayaknya tempat ini direkomendasikan penuh buat honneymoon.. :p

dan saat kita telah lama terjebak dalam keramaian dan kecerahan kota, tempat tergelap mungkin akan menjadi satu tujuan menarik. ^^

Jumat, 14 September 2012

Teori Kritis – Marxisme


Sejarah ilmu pengetahuan telah mencatat dan menempatkan ilmu-ilmu sosial pada perdebatan panjang yang dialektis. Semakin kompleksnya hubungan antar-manusia berimplikasi pada semakin dinamisnya perkembangan teori-teori sosial. Di satu sisi ada teori – teori yang telah mapan –status quo, sehingga telah menjadi teori mainstream yang dipakai secara global, namun di sisi lain ada teori yang mencoba untuk melakukan serangkaian perubahan akan dinamika perspektif global.

Teori kritis dan Marxisme merupakan dua bangun pengetahuan yang berawal dari kepentingan dan cita-cita yang sama yaitu penegakan atas emansipasi manusia. Dalam banyak literatur dijelaskan bahwa teori kritis merupakan kelanjutan dari pemikiran Marxis, akan tetapi tidak dapat dinafikkan pula adanya kritik yang dialamatkan teori kritis atas pemikiran Marx. Untuk itu pembahasan pada tulisan ini akan mencoba menguraikan bagaimana kedua teori tersebut dibangun berikut persamaan dan juga perbedaan yang menyertainya.

Marxisme berkembang pada pertengahan 1840-an dan merupakan sebuah perspektif yang berangkat dari pemikiran Karl Marx mengenai sejarah dan kapitalisme. Pemikiran ini berawal dengan melihat adanya ketimpangan dan kontradiksi yang nyata dalam sejarah manusia yang ditandai dengan perjuangan kelas. Kritik tersebut ditujukan Marx pada model produksi kapitalistik Adam Smith dan David Ricardo yang menurut Marx berjalan dengan sangat eksploitatif. Adapun dalam kerangka berfikir teorinya tentang sejarah perjuangan kelas yang bersifat dialektis-materil, Karl Marx ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh dua filsuf besar yaitu G.W.F. Hegel dan Ludwig Feurbach.

Sementara itu teori kritis pada awalnya merujuk pada sebuah tradisi pemikiran yang berkembang di sebuah institut penelitian di Universitas Frankfurt, tahun 1920an yang kemudian dikenal dengan mahzab Frankfurt atau Frankfurt School. Pemikiran ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Georg Hegel, Max Weber, Emmanuel Kant, Sigmund Freud dan terutama Karl Marx. Adapun pemikir utama pada masa itu antara lain Max Horkheimer dan Theodore Adorno. Pemikiran ini banyak mengalami perkembangan dan modivikasi sehingga muncul aliran-aliran baru yang membawa nama seperti Jurgen Habermas sebagai pemikir teori kritis kontemporer. Namun walaupun banyak terinspirasi dari pemikiran Marx, pada dasarnya terdapat perbedaan yang signifikan antara pemikiran teori kritis dengan Marxisme. Hal ini terutama dilihat dari bagaimana kedua teori tersebut dibangun dengan asumsi-asumsi utama yang mendukungnya. Menganalisis lebih jauh dua teori tersebut akan memperlihatkan sejumlah perbedaan ontologis yang tentunya menjadi landasan utama berdirinya setiap teori.

Dimensi Metateori

Hal utama yang patut digarisbawahi dalam pemikiran Marx adalah konsep mengenai dialektika yang dimaknai sebagai kerangka berpikir dan citra dunia. Dialektika yang merupakan warisan pemikiran Hegel menjadi sebuah kerangka berpikir yang menekankan pentingnya hubungan, proses, dinamika, konflik dan kontradiksi, yang lahir dari kerangka berpikir yang dinamis tentang dunia. Dunia diciptakan tidak dari struktur yang statis melainkan dalam struktur dinamis yang penuh dengan kontradiks dan pertentangan-pertentangan. Namun tidak seperti dialektika Hegelian, Marx melihat bahwa dialektika tidak berada dalam dunia ide, tetapi pada dunia meteril yang terbentuk karena adanya perbedaan terhadap akses sarana produksi oleh setiap individu. Dengan berdasar pada hal tersebut, Marx kemudian menarik garis dan menempatkan dialektikanya pada basis material.

Konsep dialektika-materialis Marxis yang meyakini bahwa kebutuhan material adalah hal utama yang harus dipenuhi setiap manusia untuk dapat bertahan hidup. Pandangan ini kemudian meletakkan kepemilikan atas sarana produksi menjadi hal yang mutlak bagi setiap manusia dalam rangka pemenuhan kebutuahan materialnya. Apa yang dilihat Marxis mengenai kepemilikan sarana produksi ini menjadi dasar munculnya pemikiran tentang perjuangan kelas. Bahwa kepemilikan atas sarana-sarana produksi hanya memunculkan pembagian kelas dimana ada pihak yang memiliki sarana produksi (modal dan teknologi) dan pihak yang memiliki faktor produksi kerja yaitu tenaga kerja.

Sejarah manusia dibentuk di atas berbagai macam penindasan dan perjuangan kelas yang mengurangi daya hidup dan membatasi kebebasan manusia. Manusia beraktifitas secara fisik dalam masyarakat berbasiskan kelas yang eksploitatif dimana setiap manusia telah dipaksa untuk bekerja demi kekayaan manusia lain. Perselisihan antar kelas telah mendominasi konflik dalam sejarah dan menjadi mesin penggerak perubahan sosial. Dalam hal ini Burchill dan Linklater menjelaskan tiga konsep utama dalam pemikiran Marx yaitu, alienasi menggambarkan sebuah kondisi dimana umat manusia berada dalam genggaman kekuasaan struktur dan kekuatan yang mereka ciptakan sendiri. Eksploitasi merujuk pada sebuah kondisi di mana suatu kelompok tertentu secara langsung mengontrol dan mengambil keuntungan dari daya kerja kelompok lainnya. Keterasingan (estrangement), menjelaskan akan sebuah dunia yang penuh kecurigaan dan permusuhan antara kelompok-kelompok nasional dan kultural yang berbeda-beda (Burchill, 2005 : 164).

Marx dan Engels meyakini bahwa akibat yang ditimbulkan oleh produksi terhadap struktur masyarakat dan pergeseran pola-pola dalam sejarah telah banyak diabaikan dalam ajaran teori-teori politik sebelumnya. Untuk itu penindasan di sini tentunya dialamatkan pada penindasan material yang menekankan aspek-aspek ekonomi. Marx melihat dasar perekonomian (model produksi) sebagai substruktur dan pranata sosial lainnya (agama, adat, pemerintahan, hukum, dll) sebagai suprastruktur yang berfungsi untuk melindungi kepentingan kelas yang menguasai kekuatan produksi. Ekonomi sebagai aspek yang utama, sehingga institusi politik, hukum, sistem kepercayaan dan bahkan bentuk-bentuk keluarga menyesuaikan diri dengan tuntutan dasar sistem ekonomi. Jadi, ekonomi menentukan atau mnyebabkan bagaimana sistem sosial lainnya berfungsi dan berkembang.

Dalam mengamati pola produksi ekonomi itu sendiri, Marxis berkeyakinan bahwa ekspansi kapitalisme telah mengahapus pemisahan klasik antara negara-bangsa yang berdaulat dan mengganti sistem negara internasional dengan masyarakat kapitalis global dimana konflik utamanya terpusat pada dua kelas sosial yang saling bertentangan yaitu kaum borjuis dan kaum proletar. Model produksi kapitalistik dilihat Marx telah mereduksi peran kelas pekerja (buruh). Kesenjangan yang terbuka lebar dimana buruh berhadapan dengan kekuatan para pemilih modal yang semakin menambah keterpurukan mereka dalam jurang eksploitasi. Hal ini diungkapkan Marx dalam tulisannya, “Pekerja tidak memproduksi untuk dirinya sendiri namun harus memproduksi nilai lebih. Pekerja yang produktif hanyalah pekerja yang memproduksi nilai lebih (surplus value) untuk para pemilik modal.” Cerminan lain muncul dari tulisan Marx dan Engels dalam The Communist Manifesto yang menekankan bahwa “Kaum borjuis melalui ekspliotasi pasar-global telah menciptakan sebuah karakter kosmopolitan atas konsumsi dan produksi di tiap negara. Hal ini memaksa semua bangsa, dengan pembungkaman, untuk menerapkan cara-cara produksi borjuis. Singkatnya kaum borjuis menciptakan sebuah dunia di balik bayangannya sendiri” (Burchill, 2005 : 167).

Jika dalam pandangan Marxis lebih melihat adanya dominasi ekonomi dalam bentuk penguasaan sumber dan alat produksi, maka teori kritis lebih menekankan aspek budaya dan ideologi yang ada dibaliknya. Teori ktiris mencoba untuk merekonstruksi pandangan Marx yang dinilai terlalu memberi tekanan pada bentuk-bentuk produksi (mode of production) dan mengabaikan aspek-aspek lain di luar kekuatan ekonomi. Pendangan ini terlihat dalam karya-karya bidang sosiologi terutama tulisan Giddens yang menyatakan bahwa teori kritis harus mengalamatkan perhatiannya kepada logika yang terpisah namun saling berhubungan antara state-building, geo-politik, pembangunan kapitalis dan industrialisasi. Senada dengan pemikiran tersebut, Habermas mencoba untuk memperbaiki misi emansipatif yang diperjuangkan Marxisme. Menurut Habermas kekeliruan utama yang dilakukan oleh para pemikir Marxis adalah dengan mengabaikan wilayah independen dari pembelajaran moral-praktis di mana umat manusia mengembangkan kemampuan etika dalam menciptakan tatanan sosial yang menuntut persetujuan agen-agen perwakilan manusia (Burchill, 2005 : 179). Pandangan ini menekankan pada totalitas hubungan sosial mengenai bagaimana kekuasaan menyusun tatanan dunia yang berlaku.

Dominasi akan pengetahuan menjadi titik tolak utama dalam teori kritis. Teori kritis berupaya menunjukkan adanya bentuk ketidakadilan dan hegemoni yang terstruktur dan terbentuk dalam masyarakat. Merujuk pada perkembangan teori kritis Gramscian, hegemoni dalam hal ini berbeda dengan dominasi dimana dominasi menggambarkan sebuah pola hubungan kekuasaan yang cenderung ditandai dengan paksaan dan ditopang oleh sarana-sarana militer. Hegemoni di sisi lain menggambarkan pola hubungan kekuasaan yang lebih mengandalkan legitimasi daripada paksaan (Sugiono, 2009 : 163). Hubungan kekuasaan yang hegemonis ditopang oleh legitimasi yaitu adanya penerimaan, kepatuhan dan dukungan oleh kelompok sosial yang tertindas terhadap sistem yang ada yang sebenarnya sangat eksploitatif.

Robert Cox, salah seorang pemikir teori kritis, mengemukakan bahwa teori selalu untuk seseorang dan untuk beberapa kepentingan (Griffiths 2001 : 155). Sejalan dengan pendapat tersebut, Habermas menyatakan bahwa terdapat kepentingan-kepentingan yang membentuk pengetahuan dalam masyarakat. Dalil bahwa setiap struktur logis ilmu berkaitan erat dengan fungsi pragmatis dari pengetahuan ilmiah merupakan pijakan penting dalam bangunan teori kritis yang dikemukakan Habermas (Tjahyadi : 184-185)

Apa yang dikemukakan oleh Cox dan Habermas ini kemudian menjadi asumsi utama yang dikembangkan dalam teori kritis adalah bahwa terdapat kepentingan politis yang dapat memanipulasi pengetahuan manusia. Teori kritis melihat apa yang diungkapkan sebagai suatu “virtual reality” atau refeksi dari “false conciousness” yang melekat dalam diri masyarakat sosial sebagai hasil dari hegemoni ideologi-ideologi dominan (Nur Hidayat : 2-3). Akibatnya manusia tidak lagi menjadi makhluk yang independen dalam menentukan hidup mereka melainkan terkungkung dalam kerangka hegemoni atas pemikiran mereka. Untuk itu teori kritis kemudian mencoba menyajikan sebuah konsep yang akan dijadikan pijakan evaluasi terhadap norma-norma sosial. Teori ini akan mengarah pada pembebasan manusia atas segala bentuk penindasan, yang dilakukan dalam dan atas nama rasionalitas modern.

Penindasan dalam teori kritis maupun Marxis mempunyai arti yang relatif sama yaitu ketika setiap manusia tidak mempunyai kebebasan dalam menentukan nasibnya sendiri. Namun yang perlu digarisbawahi adalah penindasan di sini lebih ditekankan Marxis pada eksploitasi ekonomi ketika manusia tidak dapat mengakses sumber produksi. Sementara itu penindasan dialamatkan teori kritis pada serangkaian kegiatan yang menghegemoni pemikiran manusia. Teori kritis mencoba untuk menggambarkan adanya “pemaksaan” sistematis dan persuasif yang dibentuk oleh pemilik kepentingan yang mempunyai kekuasaan untuk membentuk ide dan pandangan manusia yang kemudian akan menentukan pola tindakan manusia tersebut yang kemudian akan dijadikan norma budaya sosial yang membentuk peradaban manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa hegemoni bekerja pada ranah ideologi dimana pihak yang berkuasa dapat memperoleh legitimasi dan pembenaran atas tindakannya.

Dalam kajian politik internasional, pada dasarnya kedua teori ini, Marxis dan teori kritis, melihat negara sebagai struktur yang tidak otonom. Namun tentunya Marx menekanankan bahwa negara digerakkan oleh kepentingan kelas yang berkuasa (borjuis). Marxisme menganggap bahwa negara merupakan suatu refleksi atas perjuangan kelas yang kemudian dimanfaatkan oleh para pemilik modal untuk memapankan kekuasaannya serta menjalankan penindasan secara sistematis terhadap kelas pekerja melalui lembaga-lembaga negara. Sementara itu, dengan menekankan pada aspek sosialnya, para pemikir teori kritis melihat negara sebagai dominasi kekuasaan atas adanya tendensi/kepentingan politik dari pengetahuan atau ideologi yang berkuasa. Struktur-struktur, termasuk negara, telah dikosntruksi secara sosial. Bertentangan dengan dogma kaum realis bahwa negara adalah negara, Cox memandang negara dan fungsi, peran serta tanggungjawabnya telah ditentukan secara sosial dan historis (Burchill, 2005 : 215).

Selanjutnya, sejalan dengan pandangannya terhadap negara, tatanan dunia yang juga menjadi poin analisis utama, juga tidak dilihat sebagai unit yang independen baik dalam Marxisme maupun teori kritis. Marxisme manganggap bahwa struktur internasional, tidak dapat dipungkiri, juga merupakan cerminan dari bentuk eksploitasi dan penindasan oleh pada pemilik modal. Globalisasi dengan kapitalismenya tidak lebih dari sekedar bentuk imperialisme yang dilakukan oleh negara-negara maju melalui sarana global seperti lembaga keuangan dan perdagangan internasional, perkembangan teknologi dan doktrin pasar bebas. Adapun pemikiran lebih lanjut mengenai hal tersebut dilejalaskan oleh Immanuel Wallerstein dalam World System Theory. Teori yang masih menjadi turunan Marxisme ini, menjelaskan dunia dengan membagi negara-negara sesuai dengan perannya secara ekonomis, yaitu negara inti (core) dan negara pinggiran (periphery). Wallerstein melihat bahwa sistem kapitalisme global telah menempatkan negara pinggiran untuk melayani kepentingan ekonomi negara-negara inti. Hubungan ini menjadi sangat eksploitatif sehingga negara-negara pinggitan terpuruk dalam ketergantungan dan tidak mampu memperjuangkan nasibnya sendiri.

Di sisi lain teori kriris menjelaskan ketidak-independen-an sistem internasional dalam kerangka sosial. Hal ini tercermin dalam pernyataan Gramscian bahwa “tatanan dunia itu...didasarkan pada hubungan sosial” (Burchill, 2005 : 215). Hegemoni pada kenyataannya telah menyamarkan struktur-struktur global yaitu ketika suatu bentuk dominasi yang didasarkan atas suatu kepentingan menunjukkan dirinya sebagai kepentingan universal, dan di sisi lain pihak yang jauh dari kekuasaan tidak menyadari akan adanya eksploitasi dan pemaksaan pengetahuan tersebut.

Dimensi Advokasi

Teori kritis menyandarkan advokasinya untuk memberikan pencerahan dalam diri masyarakat sebagai pelaku sosial sehingga mereka dapat “bergerak” untuk menentukan dan memperjuangkan “kepentingan sejati” mereka. Teori kritis berupaya untuk menyajikan kerangka sistematis untuk memperlihatkan pada masyarakat akan adanya hegemoni. Suatu hegemoni akan roboh ketika masyarakat menyadari akan adanya hegemoni, dan bentindak resisten terhadapnya dan dalam tahap yang lebih lanjut akan menjadikan teori counter-hegemony sebagai rujukan ideologis dalam aktifitas sosial mereka. Teori kritis menekankan bahwa agar tercipta perubahan, maka perlu untuk tidak hanya memenangkan peperangan ‘di lapangan’ tetapi juga dalam wilayah ide-ide. Dengan demikian perubahan ini juga mencakup seperangkat nilai-nilai dan terutama sejumlah konsep alternatif sebagai upaya untuk memikirkan dan menjelaskan ‘realitas’ sosial yang sedang berlangsung dan kemungkinan-kemungkinan alternatifnya.

Sementara itu dengan berdasar pada landasan materialistisnya advokasi Marxis lebih menekankan pada perjuangan kesetaraan kelas. Upaya transformasi atas masyarakat internasional untuk menghilangkan alienasi, eksploitasi dan keterasingan merupakan cita-cita politik yang mendasar dalam tradisi pemikiran Marxis. Untuk itu sistem kapitalisme yang dilihat sebagai induk dari penindasan dan eksploitasi manusia sebagai makhluk yang mampu melakukan produksi, harus ditumbangkan. Kapitalisme merupakan sebuah sistem yang terbentuk dari struktur yang menghalangi manusia dari sumber-sumber produksi untuk melakukan kerja. Dengan demikian Marxis meyakini suatu kesimpulan bahwa revolusi politik akan menggulingkan tatanan kapitalis dan menciptakan sebuah masyarakat sosialis dimana prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan akan terwujud untuk meningkatkan derajat kehidupan manusia di seluruh dunia. 

Referensi :

Burchill, Scott, dkk, Theories of International Relations. Edisi ketiga. New York: Palgrave MacMillan, 2005. Chapter 6.
Griffiths, Martin, “Lima Pulih Pemikir Studi Hubungan Internasional,” Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Nur Hidayat, Dedy, “Teori-Teori Kritis dan Teori-Teori Ilmiah.”
Steand, Jill & Lloyd Pettiford, “Hubungan Internasional Perspektif dan Tema,” Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Sugiono, Muhadi, “Teori Kritis dalam Hubungan Internasional,” dalam Asrudin, Refleksi Teori Hubungan Internasional dari Tradisional ke Kontemporer, Yogyakrta : Graha Ilmu, 2009.
Tjahjadi, Sindung, “Teori Kritis Jurgen Habermas : Asumsi-Asumsi Dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial.”
Woodfin, Rupert dan Oscar Zarate, Mengenal Marxisme, Yogyakarta : Resist Book.

Rabu, 06 Juni 2012

Asian Crisis - and the Alternatives


Krisis yang melanda Asia pada pertengahan 1997 telah menjadi pukulan bagi negara-negara di kawasan tersebut. Pasalnya kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara yang dikenal sebagai Asian Miracle menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat selama awal 1990an, yang ditandai dengan rendahnya inflasi, tingkat tabungan yang tinggi serta neraca fiskal yang seimbang, namun secara tiba-tiba mengalami krisis yang sangat parah. Dalam kurun waktu yang singkat krisis utang telah berubah menjadi krisis pembangunan yang mengakibatkan menurunnya produksi dan standar hidup, peningkatan pengangguran, serta devaluasi yang berdampak pada naiknya harga barang impor.[1]


Robert Wade dalam The Asian Debt and Development Crisis of 1997 - ? : Causes and Consequences, menekankan ada dua faktor utama penyebab terjadinya krisis Asia yaitu, the death throes of Asian state capitalism dan faktor kedua adalah investor pull out/debt deflation in a sound but under regulated system.


Faktor pertama menjelaskan bahwa intervensi negara yang terlalu besar dalam pasar finansial menjadi penyakit mematikan bagi perekonomian negara itu sendiri. Hal ini diungkapkan oleh Alan Greenspan, The Chairman of the US Federal Reserve,[2]
The current crisis is likely to accelerate the dismantling in many Asian countries of the remnants of a system with large elements of government directed investment, in which finance played a key role in carrying out the state objectives. Such a system inevitably has led to the investment excesses and errors to which all similar endeavors seem prone...
Government-directed production, financed with directed bank loan, cannot readily adjust to the continously changing patterns of market demand for domestically consumed goods or exports. Gluts and shortages are inevitable...
Peran pemerintah yang terlalu signifikan dianggap hanya akan menciptakan monopoli yang berlebihan atas sumber-sumber produksi. Hal ini kemudian diperparah dengan tidak adanya good governance sehingga peluang terjadinya krisis menjadi sangat lebar. Fenomena crony capitalism memberikan keleluasaan bagi penguasa untuk melakukan berbagai cara (termasuk korupsi) untuk mempertahankan posisi politik mereka. Selain itu besarnya intervensi pemerintah juga menciptakan moral hazard dimana peran pemerintah yang terlalu dominan dalam perbaikan ekonomi akan berimplikasi pada sikap pengusaha yang cenderung tidak ‘berhati-hati’ dalam proses ekonomi. Akibatnya guncangan pada perekonomian negara menjadi sangat mungkin terjadi.


Bertentangan dengan faktor sebelumnya, faktor penyebab krisis Asia yang kedua lebih menekankan pada kelemahan rezim keuangan internasional –IMF dan World Bank-   dalam mengatur jalannya perekonomian global. Joseph Stiglitz menjelaskan bahwa,[3]
Recent developments, however, underscore the challenges presented by a world of mobile capital even for countries with strong economic fundamental. The rapid growth and large influx of foreign investment created economic  strain. In addition heavy foreign investment combined with weak financial regulation to allow lenders in many southeast Asian countries to rapidly expand credit, often to risky borrowers, making the financial system more vulnerable.
Inadequate oversight, not over-regulation caused these problem. Consequently, our emphasis should not be on deregulation, but on finding the right regulatory regime to reestablish stability and confidence.
Kritik yang sangat jelas dialamatkan Stiglitz pada IMF dalam mengelola keuangan global. Hal ini tentunya dengan tidak mengabaikan fakta bahwa pada kenyataannya resep yang diberikan oleh IMF melalui washington consensus nya juga membawa negara pada krisis. Dalam banyak kasus IMF telah menunjukkan kegagalannya. Apa yang terjadi di Amerika Latin, pada beberapa dekade sebelum krisis bergulir ke Asia, telah manjadi contoh konkret terkait hal tersebut. IMF dengan berbagai anjuran ekonominya untuk menanggulangi krisis Amerika Latin pada 1980 juga telah berhasil mengarahkan sebagain besar negara di kawasan itu pada model liberalisasi sebesar-besarnya. Implikasinya pemerintah yang dianggap otoriter kemudian direduksi perannya sehingga pasar dan modal asing memegang kontrol atas jalannya perekonomian. Namun sayanganya model tersebut justru membawa negara-negara Amerika Latin jatuh pada krisis yang jauh lebih parah.


Penulis sendiri melihat bahwa sistem liberalisasi, tidak dapat dipungkiri, memang sarat akan kelemahan terutama jika dikembangkan di negara dunia ketiga. Negara-negara tidak berangkat dari kondisi ekonomi yang sama. Kosekuensinya dominasi negara-negara yang telah ‘mapan’ akan meletakkan negara-negara di Asia yang notabene masih vulnerable pada posisi yang dirugikan. Hal ini sangat jelas terlihat pada FDI dan SAPs yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga keuangan global tidak serta-merta membawa negara pada pembanguanan yang lebih baik. Bahkan faktanya bantuan-bantuan keuangan tersebut justru menimbulkan ketergantungan yang akan lebih menyengsarakan rakyat. Dengan segala bentuk mekanismenya, liberalisasi perdagangan justru semakin memperparah kondisi ekonomi, kesenjangan dan kemiskinan.


Dalam proses pembangunan, maka sepatutnya negara berkembang memikirkan model alternatif dengan tidak hanya terpaku pada ‘uluran tangan’ negara-negara lain atau lembaga keuangan internasional. Pemerintah harus menciptakan model pembangunan yang mandiri. Hal ini guna menciptakan perkonomian yang adil dimana kebijakan ekonomi-politik sepenuhnya didasarnya atas penciptaan kesejahteraan rakyat.
Pasar merupakan ruang yang sangat kompleks namun hanya akan memberikan keuntungan bagi mereka yang memiliki kekuatan modal. Persaingan di dalamnya dapat menjadi sangat ‘brutal’ jika tidak dikontrol. Untuk itu penting untuk kembali memberikan pemerintah porsi yang signifikan dalam mengendalikan jalannya mekanisme pasar. Pengendalian oleh pemerintah ini tentunya diharapkan dapat membuka peluang bagi pengusaha kecil serta kembali meletakkan kewajiban utama mereka atas pengentasan kemiskinan dan penjaminan kesejahteraan rakyat.


Memang akan sulit bagi negara berkembang untuk lepas dari cengkraman liberalisme pasar. Namun hal ini tentunya tidak menjadi alasan bagi negara berkembang untuk terus mengantungkan hidup mereka pada bantuan asing. Perubahan secara bertahap dapat dilakukan dengan melakukan restrukturisasi model pembangunan. Mungkin tidak mudah melakukan perubahan secara revolusioner seperti apa yang dilakukan oleh negara-negara Amerika Latin, karena memang tidak mudah menemukan pemimpin se-populis Chaves dan kawan-kawan pink tide-nya. Namun hal ini dapat menjadi dorongan bagi negara lain bahwa IMF bukannya satu-satunya penolong dalam mengatasi masalah keuangan negara. Penolakan terhadap bantuan IMF seperti yang dilakukan oleh Malaysia untuk bangkit dari krisis juga telah membuktikan hal tersebut.


Upaya konkret yang menjadi pilihan adalah bagaimana memperkuat kerjasama regional. Di satu sisi kerjasama regional dapat menjadi wadah untuk lebih mengintensifkan perdagangan antar negara se-kawasan dan di sisi lain dapat menciptakan proteksi dari sistem pasar global yang dalam banyak hal dapat sangat merugikan bagi negara berkembang. Selain itu penting untuk kembali mengedepankan industri subtitusi impor. Telah banyak pengalaman negara yang menunjukkan bahwa produksi dengan orientasi ekspor hanya menambah beban ketergantungan. Untuk itu prioritas yang harus dilakukan adalah memperkuat produksi dan pasar domestik. Ketergantungan atas barang-barang impor harus dapat diminimalkan sehingga keuntungan tidak lagi mengalir pada pemodal asing. Adapun dalam pengelolaan keuangan kawasan sendiri, inisiasi dana talangan bersama dalam Chiang Mai Initiative, yang menurut penulis terinspirasi dari pembentukan Bank of The South, telah menunjukkan signal positif dalam penanganan krisis dan bagi pertumbuhan ekonomi kawasan pada umumnya.


Perbaikan dalam model pembangunan tentunya juga harus diiringi dengan sistem pemerintahan yang baik. Good governance dan supremasi hukum menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam pembangunan negara. Selajan dengan hal itu, maka masyarakat harus mempunyai akses yang besar dalam setiap kebijakan pemerintah. Pelibatan setiap elemen masyarakat terkait kebijakan yang menyangkut kesejahteraan mereka harus dilakukan demi memberikan peluang bagi masyarakat atas pengawasan implementasi kebijakan tersebut oleh pemerintah. Dengan demikian demkorasi selayaknya tidak hanya dimaknai sebagai ritual prosedural melainkan lebih pada penekanan substansial dimana kepentingan rakyat adalah determinan.


[1] Robert Wade, The Asian Debt and Development Crisis pf 1997 - ? : Causes and Consequences, World Development Vol. 26, No. 8, hal 1535.
[2] Ibid., hal 1536.
[3] Ibid., hal, 1538.

Regionalisme dan MFN



Munculnya regionalisme telah menghadirkan banyak perdebatan terkait perdagangan internasional. Banyak kalangan yang menilai bahwa regionalisme telah melanggar prinsip-prinsip pasar bebas yang  tentunya akan menimbulkan ketimpangan ekonomi. Namun di sisi lain bagi negara-negara yang tergabung dalam organisasi regional, regionalisme merupakan jalan keluar untuk dapar terhindar dari persaingan pasar dunia yang tidak seimbang. Globalisasi telah menciptakan perdagangan bebas dimana negara-negara tidak berangkat dari level ekonomi yang tidak sama. Adanya kecenderungan pasar didominasi oleh negara negara maju seperti AS dan Jepang mengakibatkan negara-negara berkembang sulit untuk ikut serta dan cenderung tereksploitasi dalam kompetisi pasar. Oleh karena itu untuk memperkuat posisi mereka maka negara-negara dalam satu kawasan membentuk kerjasama regional yang kemudian menerapkan aturan-aturan perdagangan yang dikenal dengan PTA.

Preferential Trade Area atau PTA yang merupakan kebijakan untuk mengurangi hambatan perdagangan bagi negara anggota. Arvind Panagaria mendifinisikan PTA sebagai a union between two or more countries in which goods produced within the union are subject to lower barriers than the goods produced outside the union.  Dengan adanya PTA ini arus perdagangan di dalam kawasan akan menjadi semakin intensif sehingga tentunya akan secara langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari produksi dapat mencapai skala ekonomis, transformasi teknologi dan teknik produksi serta peningkatan investasi. Negara-negara dalam kawasan khususnya negara berkembang, jika pandai mengambil peluang, akan sangat terbantu dengan adanya proteksi dan stimulasi ekonomi yang diterapkan dalam organisasi regional tersebut. Indonesia misalnya, dengan adanya PTA dalam kawasan ASEAN, akan sangat diuntungkan ketika melakukan impor mesin-mesin teknologi dari Malaysia dan Singapura atau bahkan ketika meingimpor beras dari Thailand.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya regionalisme menyediakan banyak keuntungan bagi negara-negara yang tergabung di dalamnya. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan volume pasar regional, lalu lintas barang, teknologi dan jasa yang semakin lancar hingga proteksi dari kemungkinan fluktuasi pasar internasional yang tdak menguntungkan. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana PTA ini akan memberikan dampak bagi negara-negara di luar kawasan. Does it serve as a bulding block or stumbling block to global free trade?  Dengan ‘membatasi’ arus barang hanya dalam kawasannya saja bukankah sama saja dengan menutup kesempatan bagi sebagian basar negara di dunia.

Pemberlakuan PTA ini sendiri pada dasarnya dianggap telah melanggar prinsip MFN yang telah diatur oleh WTO. Melalui MFN, WTO telah menetapkan bahwa perdagangan haruslah adil tanpa adanya diskriminasi atas tarif yang dikenakan pada setiap negara. Dalam menciptakan perdagangan bebas, WTO menetapkan aturan terkait PTA demi mencegah terjadinya ketimpangan ekonomi. Namun pada kenyatannya, PTA dalam kerjasama regional telah memberikan keistimewaan-keistimewaan yang sangat menguntungkan bagi negara anggotanya di satu sisi, namun juga dapat merugikan negara outsiders di sisi lain.
Isu ‘building block or stumbling block’ terkait regionelisme telah semakin mengemuka, terutama setelah kebijakan moneter tunggal yang diterapkan oleh Uni Eropa. Untuk itu, agar dapat lebih memahami mengenai efek yang ditimbulkan oleh regionalisme perlu untuk melihat dua konsep utama dalam analisis Vinerian yaitu trade creating dan trade diverting.

Dalam regionalisme trade creating merujuk pada kondisi ketika PTA membentuk suatu pasar internal yang besar dimana setiap anggota bisa berspealisasi pada produk-produk berdasarkan faktor-faktor keunggulan yang dimilikinya. Jika prinsip ini dilakukan oleh semua negara anggota dan semua sumber daya produksi yang ada digunakan secara full employment (proses produksi mencapai titik optimal atau skala ekonomis), maka akan tercipta perdagangan dalam kawasan tersebut . Misalnya dalam ASEAN, untuk mencapai skala ekonomis, Indonesia berspesialisasi pada karet sementara Malaysia pada minyak sawit. Dengan adanya PTA maka akan lebih menguntungkan bagi Indonesia untuk mengimpor minyak sawit dari Malaysia dari pada memproduksi sendiri, demikian pula sebaliknya, Malaysia akan mengimpor karet dari Indonesia. Hal ini tentunya akan menciptakan perdagangan yang saling menguntungkan antara kedua negara anggota. Disamping itu, Trade Creating ini juga akan memberikan keuntungan bagi negara outsiders, ketika spesialisasi produksi juga melibatkan impor produk yang lebih murah tidak hanya dari negara-negara anggota saja. Sehingga walaupun masih diberlakukan hambatan tarif, perdagangan masih dapat berlangsung secara global.

Selanjutnya istilah trade diverting mengacu pada kondisi ketika perdagangan dalam blok-blok ekonomi akan memberikan kerugian tidak hanya bagi negara outisders namun juga kepada negara-negara anggota blok regional itu sendiri. Hal dikarenakan negara-negara anggota yang saling meningkatkan volume perdagangan akibat rendahnya biaya impor, namun pada kenyataannya negara-negara outsider menyediakan barang yang sama dengan harga yang jauh lebih murah.  Misalnya dalam hal impor teknologi ramah lingkungan. Karena tergabung dalam ASEAN dan menerapkan PTA, maka Indonesia lebih memilih untuk mengimpor produk tersebut dari Malaysia. Namun pada kenyatannya Australia yang tidak terikat perjanjian regional dengan Indonesia menyediakan produk yang sama dengan harga yang jauh lebih murah. Akibatnya perdagangan menjadi tidak efisien dan tentunya justru akan menimbulkan kerugian baik bagi Indonesia maupun Australia.

Dengan menggunakan analisis Vinerian ini kita dapat melihat melihat bahwa regionalisme itu sendiri memang mamiliki kelemahan-kelemahan yang seringkali diabaikan oleh banyak negara. Namun pada dasarnya potensi kerugian akibat kelemahan tersebut dapat minimalisir. Negara-negara yang tergabung dalam suatu organisasi regional tentunya harus lebih “bijak” dalam memilih mitra dagang dan tidak hanya terpaku pada negara-negara se-regionnya saja. Sekalipun telah menerapkan PTA di regionalnya, tidak dapat dipungkiri bahwa negara-negara outsider juga memiliki kapasitas untuk menyediakan produk dengan keunggulannya sendiri dan tentunya dengan harga yang lebih murah. Sehingga dengan demikian, walaupun hambatan tarif antar negara regional telah dihilangkan namun penciptaan perdagangan (trade creating) dalam skala global masih dapat terus ditingkatkan. Di sisi lain negara-negara outsider juga harus pandai dalam melihat peluang perdagangan dalam suatu regional. Dengan melakukan spesialisasi dan pengembangan kualitas produk akan meningkatkan nilai jual dan tentunya akan membuka peluang untuk masuk ke dalam pasar regioinal.

Kondisi ini juga kemudian membuka ruang untuk dapat lebih mensinkronkan regionalisme dengan prinsip-prinsip MFN. Negara-negara dalam regional tertentu memang telah menghilangkan hambatan tarif, akan tetapi mereka juga dapat tetap melakukan perdagangan dengan negara outsiders sehingga kecenderungan untuk menutup peluang dan membatasi perdagangan bebas dengan sendirinya dapat dihindarkan. Prinsip-prinsip MFN dapat tetap dijaga dengan tidak memberikan diskriminasi ataupun perlakukan istimewa terhadap produk dari negara manapun. Sehingga walaupun blok-blok regional terbentuk namun perdagangan global dapat tetap berjalan seimbang. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa, dalam sebuah regionalisme ekonomi trade creating harus lebih tingkatkan dari pada trade diverting agar perdagangan tersebut dapat dikatakan “MFNable.”

Critical Theory - The Metatheory



Teori kritis pada awalnya merujuk pada sebuah tradisi pemikiran yang berkembang di sebuah institut penelitian di Universitas Frankfurt, tahun 1920an yang kemudian dikenal dengan mahzab Frankfurt atau Frankfurt School. Pemikiran ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Georg Hegel, Max Weber, Emmanuel Kant, Sigmund Freud dan terutama Karl Marx. Adapun pemikir utama pada masa itu antara lain Max Horkheimer dan Theodore Adorno. Pemikiran ini banyak mengalami perkembangan dan modivikasi sehingga muncul aliran-aliran baru yang membawa nama seperti Jurgen Habermas sebagai pemikir teori kritis kontemporer.

Dalam disiplin ilmu hubungan internasional sendiri, perkembangan teori kritis memberikan pengaruh yang signifikan terhadap transformasi ilmu, yang dulunya didasarkan atas standar positivis yang memperhatikan fakta dan kepastian telah bergeser pada isu-isu baru dibalik itu, yang lebih terkait dengan bagaimana suatu pengetahuan dikosntruksi dalam masyarakat tanpa mengabaikan aspek moral, kesejarahan dan asumsi. Teori kritis muncul dengan memberikan pandangan baru dan menjadi kajian ilmu yang yang sangat luas walaupun pada perkembangannya teori ini menimbulkan banyak kontroversi, bahkan di kalangan pemikirnya sendiri.

Untuk lebih mamahami apa sebenarnya teori kritis, maka pembahasan akan dijelaskan dengan memisahkan dimensi-dimensi yang membentuknya.

Dimensi metateoritis
Ontologi – Asumsi Dasar
Sifat dan karakter manusia dibentuk dan berkembang dalam berbagai lingkungan sosial disekitarnya dan pada periode waktu yang dilaluinya.
Fokus kajian dalam teori kritis adalah masyarakat itu sendiri sehingga tidak dapat dipisahkan antara objek dan subjek dalam pengamatannya. Terkait dengan identifikasi subjek dan objek pengamatan ini, terdapat perbedaan mendasar antara teori kritis dengan teori-teori tradisional. Konsepsi tradisional tentang teori memandang teoritikus lepas dari subjek analisis. Dengan analogi ilmu pengatahuan alam, menjelaskan bahwa subjek dan objek harus benar-benar terpisah agar bisa berteori dengan selayaknya. Konsepsi tradisional teori menganggap sesuatu dapat dianggap teori ketika ia menjadi bebas nilai, dimana subjek menarik diri dari dunia yang sedang ia teliti dengan meninggalkan keyakinan, nilai-nilai, atau opini ideologis yang akan mengganggu penyelidikan. Sementara hal ini bertentangan dengan teori kritis yang melihat bahwa teori mutlak berkaitan dengan kehidupan sosial dan politik. Teori kritis menjelaskan tujuan-tujuan yang diajukan oleh teori tertentu. Konsep teori kritis mengakui bahwa ilmu pengetahuan secara tidak terelakkan terlibat dalam tujuan-tujuan dan fungsi-fungsi yang membentuk kehidupan sosial dan politik dan oleh karena itu penekanan atau intervensi sangat mungkin dilakukan dalam pembentukannya.
Dengan demikian terdapat sebuah hubungan sistematis antara struktur logis dari suatu pengetahuan dengan struktur pragmatis yang mungkin yang dijabarkan kerangka pikir ilmiah. Tidak dapat dinafikkan adanya kepentingan-kepentingan yang membentuk pengetahuan dalam masyarakat.
Tidak ada yang disebut sebagai ‘fakta’ tentang dunia. Nilai-nilai yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok masyarakat akan mempengaruhi penafsirannya tentang dunia. Oleh sebab itu, teori kritis tidak mengakui adanya objektifitas ilmu. Habermas menyatakan bahwa ilmu memang dibangun dalam kerangka kepentingan objektivasi alam dan realitas dalam rangka eksploitasi, dan dari sini sesungguhnya muncul paradoks bahwa demi teraihnya teori murni, ‘kepentingan’ ditekan dalam rangka melayani ‘kepentingan’ untuk memandang dunia sebagai sesuatu yang independen dari ‘kepentingan.’

Epistimologis
Teori kritis berupaya menunjukkan adanya bentuk ketidakadilan dan hegemoni yang terstruktur dan terbentuk dalam masyarakat. Jika dalam pandangan marxis lebih melihat adanya dominasi ekonomi dalam bentuk penguasaan sumber dan alat produksi, maka teori kritis lebih menekankan aspek budaya dan ideologi yang ada dibaliknya. Merujuk pada perkembangan teori kritis Gramscian, hegemoni dalam hal ini berbeda dengan dominasi dimana dominasi menggambarkan sebuah pola hubungan kekuasaan yang cenderung ditandai dengan paksaan dan ditopang oleh sarana-sarana militer. Hegemoni di sisi lain menggambarkan pola hubungan kekuasaan yang lebih mengandalkan legitimasi daripada paksaan. Hubungan kekuasaan yang hegemonis ditopang oleh legitimasi yaitu adanya penerimaan, kepatuhan dan dukungan oleh kelompok sosial yang tertindas terhadap sistem yang ada yang sebenarnya sangat eksploitatif. Teori ini mencoba untuk menggambarkan adanya “pemaksaan” sistematis dan persuasif yang dibentuk oleh pemilik kepentingan yang mempunyai kekuasaan untuk membentuk ide dan pandangan manusia yang kemudian akan menentukan pola tindakan manusia tersebut yang kemudian akan dijadikan norma budaya sosial yang membentuk peradaban manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa hegemoni bekerja pada ranah ideologi dimana pihak yang berkuasa dapat memperoleh legitimasi dan pembenaran atas tindakannya.
Dengan meletakkan asusmsi bahwa terdapat kepentingan yang dapat memanipulasi pengetahuan manusia, teori kritis melihat apa yang diungkapkan sebagai suatu “virtual reality” atau refeksi dari “false conciousness” yang melekat dalam diri masyarakat sosial sebagai hasil dari hegemoni ideologi-ideologi dominan.
Teori kritis mencoba menyajikan sebuah konsep yang akan dijadikan pijakan evaluasi terhadap norma-norma sosial. Teori ini akan mengarah pada pembebasan manusia atas segala bentuk penindasan, yang dilakukan dalam dan atas nama rasionalitas modern.

Motodologis
Teori kritis menjelaskan mengenai hakikat realitas sosial melalui refleksi yang luas tentang hakikat pengetahuan, dan interaksi sosial serta tendensi-tendensi politis, ekonomis dan sosio-kultural yang terjadi saat itu. Karena teori kritis menganggap masyarakat sendiri sebagai objek analisisnya dan karena teori tidak pernah berdiri sendiri dalam masyarakat, lingkup analisis teori kritis tentunya meliputi refleksi teori itu sendiri. Dengan kata lain suatu teori kritis haruslah menjadi teori yang reflektif dalam penerapannya dalam masyarakat.
Dalam konsepsi teori kritis, suatu fenomena sosial harus diamati dalam konteks kesejarahan yang utuh atau dengan kata lain dengan tidak meninggalkan aspek-aspek historis yang tentu saja sangat berpengaruh dalam pembentukan suatu masyarakat. Teori kritis merumuskan penggalan historis yang komprehensif yang mancakup faktor-faktor sosial, politik, budaya, ekonomi, etnis dan gender ataupun latar belakang historis lainnya yang terkait dengan situasi yang dikaji saat ini.
Teori kritis Habermas menekankan bahwa untuk meciptakan keadilan bagi masyarakat maka hubungan manusia seharusnya didasari atas komunikasi intersubjektif yang bebas, terbuka dan tidak ada tekanan, sehingga setiap manusia akan dengan bebas mengekspresikan dirinya tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Dalam hal ini teori kritis mengakui adanya rasionalisasi sebagai komunikasi yang bebas dan terbuka atas argumentasi yang dimiliki.

Dimensi Advokasi
Teori kritis bertujuan untuk memberikan pencerahan dalam diri masyarakat sebagai pelaku sosial sehingga mereka dapat “bergerak” untuk menentukan dan memperjuangkan “kepentingan sejati” mereka.
Bersifat emasipatoris dengan menempatkan diri sebagai pelaku pembebasan dari berbagai bentuk dominasi dan hegemoni. Teori kritis berupaya untuk menyajikan kerangka sistematis untuk memperlihatkan pada masyarakat akan adanya hegemoni. Suatu hegemoni akan roboh ketika masyarakat menyadari akan adanya hegemoni, dan bentindak resisten terhadapnya dan dalam tahap yang lebih lanjut akan menjadikan teori counter-hegemony sebagai rujukan ideologis dalam aktifitas sosial mereka. Teori kritis menekankan bahwa agar tercipta perubahan, maka perlu untuk tidak hanya memenangkan peperangan ‘di lapangan’ tetapi juga dalam wilayah ide-ide. Dengan demikian perubahan ini juga mencakup seperangkat nilai-nilai dan terutama sejumlah konsep alternatif sebagai upaya untuk memikirkan dan menjelaskan ‘realitas’ sosial yang sedang berlangsung dan kemungkinan-kemungkinan alternatifnya.

Referensi :
Dedy Nur Hidayat, “Teori-Teori Kritis dan Teori-Teori Ilmiah.”
Jill Steans & Lloyd Pettiford, “Hubungan Internasional Perspektif dan Tema,” Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009. Bab 4.
Muhadi Sugino, “Teori Kritis dalam Hubungan Internasional,” dalam Asrudin, Refleksi Teori Hubungan Internasional dari Tradisional ke Kontemporer, Graha Ilmu, 2009.
Scott Burchill.,dkk, Theories of International Relations. Edisi ketiga. New York: Palgrave MacMillan, 2005. Chapter 6.
Sindung Tjahyadi, “Teori Kritis Jurgen Habermas : Asumsi-Asumsi Dasar Menuju Metodologi Kritik Sosial.”

English School in IR



Teori English School pada dasarnya berawal dari suatu pemikiran untuk menemukan suatu gambaran yang komprehensif mengenai tatanan dunia internasional, yang saat itu ditandai dengan esai yang ditulis oleh Martin Wight yang berjudul “Why is there no International theory?”  Menurut Wight, jika melihat dari perkembangan ilmu hubungan internasional itu sendiri maka pemikiran-pemikiran HI akan sangat didominasi oleh dua pemikiran utama yaitu realisme dan idealisme, yang berbasis ilmu politik, dimana keduanya tidak mempunyai titik temu dan saling bertentangan satu sama lain. Di satu sisi realisme meyakini ada jurang yang tidak terjembatani antara politik dalam negeri dan politik internasional. Negara menjadi aktor utama dalam politik global yang anarki. Sementara di sisi lain kaum idealisme melihat bahwa jurang antara politik dalam negeri dan internasional bisa dipersempit, bahkan dihilangkan sama sekali. Setiap aktor dalam hubungan internasional mampu untuk saling bekerja sama demi mewujudkan ketertiban dunia.

Berangkat dari pemikiran tersebut maka Wight dalam kuliahnya yang disampaikan di London School of Economics  tahun 1950-an mencoba untuk memberikan suatu pemikiran baru yang dapat menjembatani kedua pemikiran besar di atas. Wight mengungkapkan rasionalisme sebagai via media antara realisme dan revolusianisme (idealisme). Pemikiran rasionalisme ini mengakui bahwa hubungan antar manusia didasari oleh keadilan (justice) dan ketertiban (order), namun rasionalisme juga tidak menyangkal adanya kondisi anarki karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai kepentingan masing-masing, sehinga munculnya clash dalam hal ini sangat mungkin terjadi, dimana keputusan yang diambil oleh manusia yang satu akan berpengaruh pada manusia yang lain. Pada akhirnya teori ini akan mengarahkan kita pada suatu tatanan masyarakat internasional yang dapat hidup berdampingan namun tanpa adanya otoritas yang berkuasa.

Pada dasarnya Teori English School sangat mengedepankan aspek historis dalam perkembangannya. Wight sendiri menunjukkan ketertarikan pada masyarakat internasional yang telah ada dalam sejarah umat manusia. Dia berpendapat bahwa untuk memehami sebuah masyarakat maka diperlukan suatu investigasi mendalam mengenai nilai, adat dan budaya serta segala bentuk perubahan yang menyertainya. Apa yang terjadi di masyarakat Eropa, Ottoman Empire dan Cina memberikan catatan penting bagi pemikirannya. Adanya keteraturan dalam masyarakat dalam komunitasnya sendiri sehingga dapat berineraksi dengan baik menjadi dampak dari adanya kesamaan nilai dan norma yang menjadi landasan utama. Setiap bagian dari masyarakat tersebut meyakini bahwa mereka semestinya menjadi bagian dari sebuah peradaban besar yang sangat unggul dari budaya-budaya lainnya. Hal inilah yang kemudian membentuk suatu ketertiban dan menciptakan keadilan bagi seluruh elemen di dalam masyarakat tersebut.

Dalam kerangka hubungan antar negara English School menyakini bahwa kedaulatan negara merupakan hal yang utama, yang kemudian diperjuangkan dalam hubungan internasional yang anarki. Tidak ada otoritas tertinggi di atas negara namun anarki tidaklah dilihat sebagai suatu kondisi yang dapat mencegah negara untuk dapat saling bekerja sama. Adapun yang menjadi penakanan adalah tatanan internasional yang tercipta dari hubungan yang saling menguntungkan. Setiap negara yang saling berinteraksi dan bekerjasama pada akhirnya akan membentuk suatu ketertiban internasional. Oleh karena itu eksistensi suatu lembaga internasional juga menjadi hal yang sangat penting menurut teori ini.

Terkait dengan hal tersebut, Bull menegaskan bahwa “sebuah sistem negara (atau sistem internasional) terbentuk ketika dua negara atau lebih memiliki kontak yang cukup inten di antara mereka, dan memiliki dampak yang cukup besar bagi keputusan satu sama lain hingga menyebabkan mereka menunjukka reaksi –setidaknya dalam beberapa tindakan- sebagai bagian dari keseluruhan. Sedangkan untuk masyarakat negara yaitu ketika ada sekelompok negara, sadar akan adanya kepentingan dan nilai-nilai umum tertentu, membentuk suatu masyarakat dalam artian bahwa mereka menempatkan diri mereka sendiri sehingga terikat oleh serangkaian peraturan umum dalam hubungan mereka dengan yang lain, dan bekerja bersama-sama dalam lembaga-lembaga umum.” Dengan demikian, apa diungkapkan oleh Wight yaitu, ketiadaan “negara dunia”, dan adanya keberagaman negara-negara, tidak secara otomatis membuat politik internasional berada dalam keadaan perang dan membuat konsep masyarakat internasional menjadi tidak berarti.

Lebih lanjut Bull menjelaskan bahwa suatu tatanan bisa muncul diantara negara yang tidak merasa bahwa mereka masuk dalam peradaban yang sama. Adanya kebutuhan untuk saling berinteraksi dan hidup berdampingan, karena tidak ada negara yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, akan menghasilkan suatu diplomatic cuture – budaya diplomatik, yaitu sebuah sistem peraturan, perjanjian dan adat kebiasaan yang mempertahankan tatanan antara unit-unit politik dengan budaya dan ideologi yang berbeda-beda. Pada perkembangannya nilai-nilai tersebut akan mengalami proses universalitas yang terjadi secara alamiah dan berangsur-angsur, dimana dalam pandangan English School, proses universalitas nilai bukanlah hal yang dapat dipaksakan atau ditekankan kepada satu negara, melainkan diadopsi dan dijalankan secara sadar. Jika budaya diplomatis ini menjadi lebih kuat dimana unit-unit politik secara luas terikat pada bentuk kehidupan yang sama maka mereka akan membentuk suatu ¬international political culture. Proses peng-universal-an nilai dan norma ini pada akhirnya akan membentuk suatu international society of states yang menjunjung tinggi international norm.

Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh suatu international society of states-tatanan  internasional dijelaskan oleh Bull dalam The Anarchical Society, yang menekankan beberapa kesamaan khusus antara masyarakat domestik dengan masyarakat internasional, yaitu suatu masyarakat dapat dikatakan ada ketika semua elemen didalamnya harus bekerjasama untuk mewujudkan tiga tujuan utama yaitu : membatasi kekerasan, menghargai kepemilikan dan menjaga suatu perjanjian. Namun yang juga menjadi penakanan di sini adalah bahwa masyarakat domestik dan masyarakat inetrnasional mempunyai perbedaan yang signifikan dalam hal kekuasaan yang berdaulat. Dalam masyarakat domestik individu dikendalikan oleh aturan-aturan dasar yang terinstitusionalkan dan mengikat, sedangkan ciri utama dari suatu masyarakat inernasional adalah tidak adanya kekuasaan berdaulat yang lebih tinggi diatas negara. Oleh karena itu pemikiran ini, walaupun meyakini eksistensi lembaga internasional, namun tidak untuk memberikan kewenangan penuh untuk mengontrol, tetapi hanya menetapkan aturan-aturan dasar yang mengatur perilaku yang tepat. International society of states dianggap sebagai satu-satunya konsep yang dapat menaungi hubungan antar negara. Hubungan negara-negara ini seiring dengan perkembangannya akan mengalami peningkatan karena negara-negara belajar mengenai pentingnya mengatur kekuasaan dan membawa peradaban dalam hubungan mereka.

Dalam mengamati proses beralihnya sistem negara ke sistem masyarakat internasional, di kalangan English School sendiri terpecah menjadi dua pandangan berbeda, yaitu pandangan Vattelian (pluralis) dan pandangan Grotian (solidaris). Pandangan Grotian lebih melihat pada pentingnya aspek solidaritas dalam masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara, yaitu menghormati pelaksanaan hukum. Grotian menghendaki adanya norma universal yang mencakup nilai-nilai kemanusiaan yang harus dipatuhi dan menjadi aturan tindakan negara-negara dalam sistem masyarakat internasional. Selain itu pandangan ini menekankan adanya penegakan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia demi tercapainya satu keadilan, sehingga akan memungkinkan bagi masyarakat internasional untuk melakukan intervensi terhadap pelanggaran nilai-nilai tersebut. Di sisi lain Vattelian yang bertentangan dengan pendapat sebelumnya beranggapan bahwa pluralitas harus tetap dihargai dan bahwa setiap negara tetap dapat berinteraksi dalam masyarakat internasional dengan memegang nilai dan norma masing-masing. Vattelian melihat kondisi masyarakat internasional sebagai konsep yang sangat rapuh sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan yang progresif. Pandangan ini juga menolak adanya universalitas nilai, yang dapat memunculkan peluang intervensi terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang dapat dilakukan oleh masyarakat internsional, dimana hal ini dianggap dapat melanggar kedaulatan negara.

Dalam menganalisis kondisi tersebut, Bull melihat sulitnya beralih dari pluralisme ke solidarisme. Harapan dari solidaritas yang lebih besar secara signifikan dapat saja bersifat ‘prematur’. Hal ini dengan tidak menafikan bukti bahwa konflik bisa muncul antara tujuan-tujuan utama masyarakat internasional dalam kaitannya dengan ketertiban dan keadilan. Ketertiban yang bergantung pada keseimbangan kekuasaan antara kekuatan-kekuatan besar misalnya dapat berbenturan dengan keadilan yang menghendaki agar negara diperlakukan dengan setara. Dalam hal ini pandangan English School menyatakan bahwa setiap negara memegang nilai moral bukan untuk mempertahankan kekerasan melainkan bagi tujuan ketertiban himpunan umat manusia sebagai satu kesatuan.
Sebagai kesimpulan saya berpendapat bahwa teori English School merupakan teori yang berupaya untuk menjembatani dua pemikiran besar, antara realisme dan idealisme, dengan mengajukan konsep mengenai rasionalisme dalam sebuah tatanan masyarakat internasional. English School berusaha memahami bagaimana negara-negara yang berbeda kultur bisa mencapai kesepakatan dalam hal prinsip-prinsip ketertiban dan keadilan internasional.

Referensi :
Burchill, Scott.,dkk, Theories of International Relations. Edisi ketiga. New York: Palgrave MacMillan, 2005. Chapter 4.
Griffith,  Martin. International relations theory for 21st century.  New York: Routledge, 2007. Chapter 7.

Sabtu, 18 Februari 2012

Faith, Brave and Trust


Kau tahu apa yang paling kita butuhkan saat melangkah seorang diri menuju takdir yang telah ditentukan Tuhan? Mungkin kebanyakan dari kita akan menjawab uang, atau barang-barang materil lainnya. Tapi percayalah, lebih dari itu, kau akan lebih membutuhkan ketiga hal ini, faith, brave and trust.

Faith - Keyakinan. 
Saat mulai melangkahkan kaki keluar dari rumahmu, kau pasti mengerti bahwa yang kau butuhkan bukan hanya koper yang penuh berisi barang-barangmu atau segepok uang yang dititipkan ibumu. Jauh di dalam dirimu kau pun tentunya tau bahwa kau harus membangun keyakinanmu,  membulatkan tekat, dan menghilangkan semua keraguan yang membayangimu. Dan inilah hal yang tersulit yang harus kau lakukan. Tapi lakukanlah dengan perlahan. Mulailah percaya bahwa Yang Maha Kuasa tidak akan pernah meninggalkanmu dan akan selalu menuntunmu menuju takdir mu, dan percayalah kehidupan yang lebih baik dan masa depan yang lebih indah telah menantimu. Di saat itu kau harus harus yakin bahwa doa-doa dari kedua orang tuamu dan semua orang yang mencintaimu akan senantiasa menuntun langkahmu, menegurmu saat salah memilih arah, dan menghindarkanmu dari berbagai musibah. Dan di pengujung hari saat kau mulai tertelap, percayalah bahwa para malaikat akan terus bersamamu, Tuhan akan menjagamu dan mendekapmu dalam tiap mimpimu.

Brave - Keberanian. 
Tariklah nafasmu dalam-dalam, dan katakan pada dirimu bahwa kau akan siap menghadapi segala rintangan yang ada dihadapanmu. Yah, kau akan sangat membutuhkan keberanian. Keberanian untuk menuju takdirmu. Kau telah memilih, maka benjanjilah pada dirimu sendiri untuk berani menghadapi. Kau mungkin akan sendiri, bahkan ditengah malam yang sangat sunyi. Tapi ingatlah, tidak ada pilihan bagimu untuk kembali, kau harus terus maju. Bangunlah keberanianmu dan ingatlah mereka akan selalu bersamamu.

Trust - Kepercayaan. 
Saat kau tengah sibuk dengan rutinitas barumu, bertemu dengan orang-orang baru, dan mulai menemukan kehidupanmu yang baru, ingatlah bahwa mereka yang mencintaimu menitipkan kepercayaannya padamu. Jagalah! Dan biarkan terus hidup dalam dirimu! Karena merekalah kekuatan terbesarmu.

Setelah sebulan di Jogja ^_^
Kaliurang, 18 Februari 2012

Sabtu, 28 Januari 2012

Yogyakarta

Kota yang dikenal sebagai kota budaya dan kota pendidikan ini sebenarnya sangat menyenangkan. Ada banyak makanan,,murah lagi.. :D orang-orangnya juga ramah..banyak tempat-tempat menarik buat dikunjungi juga banyak pernak-pernik uniknya,,yah maklumlah kota inikan salah satu kota tujuan wisatawan yang datang ke negara kita..

Tapi tahukah kamu apa yang tidak aku sukai dari kota ini.?
---TRANSPORTASI UMUM---
Yup..kota ini sangat minim dengan transportasi umum..memang sih pemerintah sudah menyediakan bus trans jogja,,trus ada juga bus kesatria (ini bus mirip kopaja yang jalannya kebut-kebutan, saya lebih suka menyebutnya bus kesatria seperti yang ada di harry potter :D)..
nah kalau yang disediakan cuma bus kan jadinya ribet juga..kita memang sangat terbantu untuk menempuh perjalanan dengan bus ini..tapi bus kan punya jalurnya sendiri, dan jalur yang di lalui bus tentunya hanya melewati jalan-jalan besar saja..dan lagi bus ini jumlahnya ngga banyak loh..makanya harus nunggu lama bus nya lewat buat ditumpangin..baru seminggu di yogya aja saya udah pernah ngerasain setengah jam nunggu bus..eerrggghhh..

Nah trus gimana dong dengan jalan-jalan kecil yang tidak dilalui oleh bus-bus tadi..kan ngga semua orang tinggal di pinggiran jalan besar..nah ini dia yang buat saya frustasi..
soalnya tidak ada alternatif transportasi, tidak ada ojek, bentor, angkot (baca = pete'-pete') atau jenis transportasi lainnya yang bisa ngantar kita lebih dekat dengan rumah..becak ada sih..tapi becak disini sepertinya telah beralih fungsi dari transportasi umum menjadi tranportasi wisata, yang sering disewa sama bule'-bule'..alhasil kita jarang menemukan becak karena sebagian besar lebih memilih nongkrong di spot-spot wisata kayak malioboro, biringharjo, deelel..-bahkan banyak juga yang markir di hotel-hotel berbintang..lagi pula, mungkin karena alih fungsinya ini, becak di jogja harganya selangit..mahaaall..jadi daripada harus menguras kocek, kebanyakan orang yang memang mencari transportasi jarang menjatuhkan pilihannya pada becak, yah ujung-ujungnya jalan kaki juga..
Trus ada juga sih, delman -disini lebih dikenal dengan andong-..tapi baru dari radius 3 meter saya udah ngeri duluan liat kudanya.. :D

Jadii..kebanyakan orang di kota ini sepertinya memang lebih mengandalkan kendaraan pribadi..teman saya saja mendadak jadi pintar bawa motor sendiri pas tinggal di jogja..ckckck..so, buat pendatang yang nda punya, dan nda bisa bawa kendaraan sendiri kayak saya ini,,yaahh paling lebih banyak ngabisin waktu di kamar kost..

Mungkin memang ini udah jadi kebijakan pemkotnya..biar kotanya ini nda di bikin rusuh sama angkot yang memang sering ugal-ugalan, melihat jogja juga ngga luas-luas amat..hanya sekitar setengah dari makassar..
Soo..memang saya yang harusnya menyesuaikan diri..menyesuaikan kaki juga, tentunya..soalnya bakalan sering nih jalan kaki..


setelah manghabiskan 9 hari di jogja..
^_^

Just Back home


seandainya ada ini... 

T_________T

Jet Lag

Sepertinya lagu (Jet Lag #Simple Plan) ini akan jadi urutan paling atas di top chat my playlist selama beberapa bulan ke depan..
yaahh..memang sih jet lag dalam arti sebenarnya terjadi karena perubahan waktu yang signifikan..misalnya beda dua belas jam..soo sini malam,,di sana siang..tapi dalam kasusku jet lag nya cuma beda beberapa jam..tapi yaahh..di lebay-lebay kan saja sepertinya :D

and here is the lyrics


What time is it? Where you are
I miss you more than anything
Back at home you feel so far
Waitin' for the phone to ring
It's gettin', lonely livin' upside down
I don't even wanna be in this town
Tryin' to figure out the time zones
Makin' me crazy

You say good morning when it's midnight
going out of my head alone in this bed
I wake up to your sunset
it's drivin' me mad

I miss you so bad
and my heart, heart, heart is so jetlagged

What time is it? where you are
5 more days and I'll be home
I keep your picture in my car
I hate the thought of you alone
I've been keepin' busy all time
Just to try to keep you off my mind
Tryin' to figure out the time zones
Makin' me crazy
I miss you so bad

I wanna share your horizon
And see the same sun rising
Turn the hour hand back to
When you were holding me


....and now..I'm alone here...
miiss U all