Jumat, 28 Oktober 2011

Kapitalisme dalam Curhatan Mbak Bakso

Warung bakso dekat Trika, 27 Oktober 2011

Sambil meracik bakso dan mie pangsit untuk pelanggannya, Mbak bakso mengoceh sendiri.
"Kalau sewanya enam juta sebulan pastinya penghasilan dari jualan bakso nda akan cukup. Belum lagi uang jajan anak-anakku 1,5 juta sebulan. Ditambah uang buat bayar listrik sama air sekitar sejuta, semuanya delapan juta lebih. Uang dari mana???? Biaya sehari-hari bagaimana?? Beli BeHa saja nda bisa."

"Yang dua di depan itu, sudah di sewa sama Alfa Mart, trus yang disampingnya itu katanya butik pakaian, yang disampingnya lagi ada warung nasi goreng. Yaa ampuuun..Kalau sudah ada warung bakso yang booking, pelanggan saya dari mana????"

Dengan semangat Mbak bakso melontarkan keluhannya sambil menunjuk-nunjuk pada sebuah proyek pembangunan ruko yang berlokasi tepat di depan warung baksonya.

Mungkin tidak hanya Mbak bakso, beberapa pedagang kecil tetangganya juga akan mengalami keresahan yang sama ketika proyek pembanguan ruko ini mulai berjalan, terlebih ketika diketahui beberapa petak ruko itu telah di sewa oleh para pemilik modal besar yang akan menyingkirkan dagangan mereka.

Yah memang saat ini kita telah dibanjiri dengan pembanguan ruko-ruko yang kini tidak hanya ada di tengah-tengah kota tapi juga telah memasuki daerah-daerah terpencil. Saya pun sempat heran ketika pembangunan proyek ini dimulai. Daerah itu hanyalah pemukiman yang mayoritas di huni oleh mahasiswa, yang kita tahu kantongnya selalu pas-pasan. Lahannya pun sempit, sehingga ketika pembanguan proyek ini di mulai kemacetan seringkali terjadi akibat truk dan alat berat yang mondar-mandir mambawa material. Di samping itu dengan dibangunnya proyek ini akan semakin mengurangi daerah resapan air sehingga daerah yang langganan banjir tiap musim hujan ini akan semakin "terendam'' jika terguyur sedikit saja. -tentunya hal ini tidak berlaku pada ruko yang telah dibangun dengan teknologi penghalang banjir nya.-

Mungkin anda akan sependapat dengan saya dan berpikir, Betapa serakahnya para pemilik modal ini, sampai lahan terkecil sekalipun tidak ingin mereka lewatkan. Namun begitulah kapitalisme. Dengan memanfaatkan pola tingkah masyarakat yang konsumtif, mereka memanfaatkan sekecil pun peluang yang ada. Menyajikan produk yang menyediakan kenyamanan, ke-praktis-an, yang kemudian memaksa kita untuk membentuk pola hidup yang "sama." Kita digembleng untuk mengikuti gaya hidup kaum elit, hidup secara sendiri-sendiri, -bahkan tidak untuk mengenal tetanggamu sendiri,- dituntut untuk mampu bersaing, yang kemudian akan tergerus jika tidak mampu mengikuti laju persaingan.

Hadirnya ruko ini mungkin akan menyingkirkan keramah-tamahan Mbak bakso ketika menyiapkan dagangannya. Lalu apa yang akan terjadi dengan Mbak bakso ini??? Yah mungin saja karena tidak mampu bersaing maka ia akan dengan pasrah menutup warungnya. Mungkin dia akan mencoba melamar untuk menjadi pramusaji di salah satu rumah makan di ruko yang sempat menjadi saingannya. Karena dia harus tetap bertahan melawan arus yang semakin deras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar