Me : Kenapa malam pulang de’?
Put : Tinggal ka dulu urus inagurasiku.
Me : Eh? Baru mau ko inagursi?? Na ada mi Maba mu toh?
Put : Iye’
Me : Jadi di patolo-toloi ko depannya mabamu??
Put : Begitu mi
Me : Ngeeeekkkk.
Setahun lalu.
Put : Kk’tika minta ka dulu uang ta’.
Me : Knapa cepat skali habis uang jajan mu de’.
Put : Mau belikan senior ku cokelat sama rokok.
Me : Loh??
Bulan kemarin
Put : Turun sekali IP ku semester ini.
Me : Knapa bisa de’?
Put : Nda tau mi juga. Tambah hancur mi lagi nanti, karena sekarang 09 mi yang pegang asisten.
Me : Eh? Knapa kah kalau 09?
Put : Nda di suka angkatan ku sama 09. Apa lagi saya sama teman2 geng ku, dibenci mi kayaknya. Biasa nda ada yang mau damping kelompok ku kalau asistensi.
Me : Eh???????
Masa menjadi mahasiswa merupakan salah satu fase terpenting dalam kehidupan kita. Bukan karena ini jenjang tertinggi dalam pendidikan, tapi Karena disinilah kita kita mulai mengenal dan dihadapkan pada realita sosial yang sebenarnya. Kritis. Itulah yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa. Kritis atas yang dianggapnya salah.
Mahasiswa seharusnya selalu menjadi agen pembaharu dalam masyarakat. Adapun mahasiswa yang baru menginjak fase ini sepatutnya digembleng untuk menjadi manusia yang “melek” terhadap apa yang terjadi dalam lingkungannya. Pengkaderan mahasiswa baru sepatutnya menjadi wadah untuk membentuk mahasiswa yang ideal, yang tentunya sesuai tugas dan perannya dalam masyarakat. Jangan sampai suatu lembaga mahasiswa mengahasilkan “produk” yang hanya bisa menghasilkan sesuatu untuk diri mereka sendiri.
Kaderisasi pada dasrnya adalah sebuah transformasi nilai-nilai dan sebuah proses pengoptimalan potensi-potensi manusia. Kaderisasi adalah proses pencetakan manusia, sehingga proses ini pun harus sesuai dengan nilai kemanusiaan. Oleh karena itu dibutuhkan metode pengembangan yang tepat. Saya mungkin tidak akan mempersoalkan soal nilai, karena setiap organisasi mempunyai nilainya masing-masing. Tapi proses tersampaikannya nilai harus dengan jalan yang baik. Orang yang mengkader seharusnya menunjukkan jalan bukan menjerumuskan ke lubang.
Realitanya saat ini mahasiswa terjerembab kedalam berbagai gaya yang miskin makna. Contohnya saja inagurasi tadi. Saya kurang yakin apakah inagurasi ini benar-benar dimaknai sebagai salah satu tahap pengkaderan atau hanya sebagai ritual tahunan dan ajang balas dendam. Saya sungguh sangat prihatin dengan apa yang dialami oleh adik saya. Sebenarnya dia mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam hal keorganisasian (mantan ketos di SMAnya dulu) dan saya yakin kemampuannya itu sangat besar untuk diberdayakan. Namun sayangnya tempat dia bernaung saat ini tidak bisa mewadahi itu.
Kami telah sering berdiskusi tentang hal ini, telah banyak sekali keluhan yang dia lontarkan terkait masalah ini. Namun sangat sulit untuk diungkapkan karena senior yang saat ini menggenggam nasibnya punya pengaruh yang sangat besar hingga ia meniti karirnya kelak.
Mungkin jika kami orang kaya, adikku akan dipindahkan ke tempat yang lebih layak. Tempat yang tidak hanya mengajarkannya cara memegang stetoskop, namun juga memperlihatkannya bagaimana menjadi manusia sebenarnya. Tapi melihat kondisi kantong orang tua dan uang ratusan juta yang akan terbuang percuma, adikku hanya bisa bersabar, dan tetap berkaya atas apa yang dia yakini benar.
Untuk menciptakan kader yang baik, dalam kaderisasi harus terdapat metode yang mampu merepresentasikan nilai-nilai yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar