Minggu, 03 Februari 2013

The Slow Food Movement

Globalisasi telah membawa kita pada dunia yang semakin terkoneksi dan telah membentuk masyarakat internasional yang semakin mudah untuk saling bertukar ide dan informasi. Saat ini kita dapat mengetahui kejadian di beberapa tempat dalam satu waktu tanpa harus berada di tempat-tempat tersebut. Di satu sisi hal ini akan berimplikasi positif ketika masyarakat internasional dapat berinteraksi secara langsung, dimana ruang bukan lagi menjadi hambatan. Semakin kecilnya hambatan dalam interaksi ini juga tentunya akan semakin mudah membangun sense of belonging sebagai warga dunia.

Ide masyarakat dunia atau yang kita kenal dengan kosmolitanisme telah menjadikan globalisasi sebagai media perantara utama. Globalisasi akan membentuk sistem interaksi dan mobilisasi yang semakin mudah bagi manusia di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu proses pengglobalan itu sendiri menjadi syarat utama dalam muwujudkan cita-cita masyarakat yang kosmopolit.

Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri pula bahwa globalisasi yang ada sekarang juga menimbulkan ketimpangan dalam berbagai lini kehidupan. Perdagangan bebas, hegemoni budaya hingga dominasi politik telah menciptakan klasifikasi masyarakat. Mereka di bagi atas yang kaya dan yang miskin, yang modern dan tradisional hingga yang beradad dan yang dianggap masih jauh dari peradaban. Pada kenyataannya setiap manusia mengahadapi dunia yang semakin terkoneksi dengan latar belakang dan tingkat adaptasi yang berbeda-beda. Belum lagi ketika sistem tersebut dibuat dan didukung penuh oleh mereka yang mempunyai kekuasaan, sehingga hanya menguntungkan beberapa golongan saja.

Hal ini lah yang kemudian mendorong munculnya sejumlah gerakan-gerakan masyarakat global dalam berbagai isu. Dengan didukung oleh cepatnya pertukaran informasi, masyarakat mampu menghimpun diri untuk bergerak secara bersama-sama dalam menanggapi berbagai fenomena sosial. Munculnya berbagai dominasi dan suborninasi kemudian disadari dan memicu munculnya protes dari masyarakat internasional yang kemudian kita kenal dengan global social movement.

Ada berbagai isu yang diangkat dalam gerakan masyarakat global atau global social movement. Akan tetapi semuanya mengacu pada reaksi atas munculnya ketidakadilan dan ketimpangan dalam sistem politik, ekonomi dan budaya internasional yang ada saat ini. Untuk itu banyak juga yang kemudian mengidentikkan global social movement dengan anti-globalization movement. Dimana pada dasarnya substansi dari protes gerakan mereka berada pada wilayah yang sama yaitu merasa ada yang salah dengan sistem dunia dan kemudian melakukan gerakan untuk merubahnya.

Adapun yang akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini adalah mengenai Slow Food movement. Mendengar kata Slow Food mungkin sekilas akan tergambar di benak kita makanan-makanan di disajikan dalam waktu yang lama, berbeda dengan yang ada di restoran cepat saji yang selama ini kita nikmati. Akan tetapi ide dan tujuan yang di bawa oleh Slow Food movement pada dasarnya jauh lebih dari pada seberapa lama waktu yang dibutuhkan dalam menghidangkan makanan. Melalinkan keseluruhan proses yang dilalui makanan tersebut hingga dapat tersaji di atas meja.


Membangun Jaringan Slow Food Sebagai Suatu Gerakan Sosial Global.

Slow Food merupakan sebuah gerakan yang membawa ide tentang bagaimana kita hidup dan bagaimana kita makan. Slow Food adalah sebuah gerakan grass root – akar rumput global dengan ribuan anggota di lebih dari 150 negara, yang mencoba menghubungkan antara makanan dengan komitmen kepada masyarakat dan lingkungan. Pesan utama yang ingin disampaikan dalam garakan ini adalah bahwa setiap orang harusnya mengetahui dan bertanggung jawab terhadap setiap apa yang mereka makan.

Slow Food movement menjadi aksi solidaritas yang terorganisasi untuk merubah pola hidup masyarakat yang telah lebih mengutamakan produk-produk instan dan tanpa memperhatikan proses yang ada dibaliknya, termasuk dalam hal makanan. Terkait hal tersebut gerakan ini bekerja dengan berdasar pada beberapa prinsip, yaitu :
Good – Baik : Kata yang baik dapat berarti banyak hal untuk banyak orang. Untuk Slow Food, gagasan yang baik berarti menikmati makanan lezat yang berasal tumbuhan atau hewan yang sehat. Di samping itu makanan yang baik juga dapat membantu untuk membangun komunitas dan melestarikan budaya dan keanekaragaman daerah.
Clean – Bersih : Ketika kita berbicara tentang makanan yang bersih, kita berbicara tentang makanan bergizi yang baik untuk planet dan juga bagi tubuh kita. Hal ini mencakup pengolahan makanan dari ia ditanam hingga disajikan dengan melalui proses yang tidak berdampak negatif pada ekosistem lokal dan mempromosikan keanekaragaman hayati.
Adil – Fair : Kami percaya bahwa makanan adalah hak universal. Makanan yang adil harus dapat diakses oleh semua, terlepas dari berapa pun pendapatan mereka. Di samping itu makanan juga harus diproduksi oleh orang-orang yang diperlakukan dengan bermartabat dan diberi kompensasi yang adil atas pekerjaan mereka.

Selanjutnya, seperti yang jelaskan dalam situs resminya, kegiatan yang dilakukan oleh gerakan Slow Food meliputi :
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat, meningkatkan akses dan mendorong pemanfaatan sumber makanan lokal.
  • Merawat tanah dan melindungi keanekaragaman hayati bagi masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
  • Melakukan penjangkauan pendidikan dalam komunitas serta melakukan kampanye kepada anak-anak di sekolah-sekolah.
  • Mengidentifikasi, mempromosikan dan melindungi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, kelestarian hewan, makanan tradisional dan tradisi memasak yang beresiko menghilang.
  • Advokasi untuk petani dan perajin yang menanam, memproduksi, memasarkan, mempersiapkan dan melayani makanan yang sehat.
  • Mempromosikan perayaan makanan sebagai wujud dari rasa syukur, budaya dan masyarakat.
Secara garis besar aktivitas utama dalam gerakan ini adalah bagaimana membangun jaringan masyrakat dan menyebarkan ide dari Slow Food itu sendiri. Hingga saat ini telah banyak kelompok yang saling berinteraksi dalam jaringan Slow Food. Kurang lebih terdapat 100.000 anggota di 153 negara, lebih dari 2.000 komunitas makanan dalam jaringan Terra Madre, dan lebih dari 10.000 produsen kecil yang terlibat dalam proyek-proyek Presidia. Adapun cakupan jaringan Slow Food di bagi dalam lingkup lokal, nasional dan internaisonal.
  • Lokal Setiap orang dapat bergabung dengan salah satu dari convivia (cabang lokal) gerakan ini. Setiap conviva bekerja secara mandiri untuk mempertahankan budaya kuliner mereka dan untuk mendukung masa depan makanan yang lebih berkelanjutan, menyebarkan filosofi Slow Food dan malakukan tindakan nyata. Saat ini lebih dari 1.500 convivia di seluruh dunia yang menggerakkan Slow Food.
  • Nasional Terdapat tujuh negara yang memiliki cabang nasional yang telah dibentuk untuk mengkoordinasikan kegiatan Slow Food serta mengorganisir setiap acara dan proyek. Setelah Slow Food di Italia, di mana asosiasi ini lahir, cabang Slow Food dibentuk di Swiss, Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Belanda.
  • Internasional Kantor Slow Food Internasional merencanakan dan mempromosikan pengembangan gerakan secara global. Gerakan ini memiliki Board of Directors yang dipilih setiap empat tahun melalui International Slow Food Council, dan International Council yang setidaknya berjumlah 500 orang yang terdiri dari wakil dari negara-negara. Pendiri Slow Food Carlo Petrini adalah Presiden asosiasi tersebut.

Munculnya Slow Food Sebagai Gerakan Sosial

Jika dilihat dari namanya akan jelas bahwa Slow Food merupakan bentuk negasi dari Fast Food, walaupun aktivitas gerakan ini tidak hanya terbatas untuk menggugat Fast Food saja. Pada dasarnya Slow Food memang dibentuk salah satunya dengan melihat fakta bahwa masyarakat modern saat ini telah semakin terjerat dalam lingkaran Fast Food yang juga telah bermunculan di mana-mana. Akan tetapi disadari pula bahwa Fast Food sendiri merupakan bagian dari struktur dan sistem global yang tercipta. Sehingga Slow Food sebagai bentuk penolakan terhadap Fast Food tentunya harus berorientasi untuk mengubah struktur yang telah terbentuk.

Untuk menganalisis munculnya suatu gerakan sosial tentunya harus dengan melihat faktor-faktor yang mendorongnya,. Dalam hal ini terdapat empat penekanan dalam melihat latar belakang munculnya gerakan sosial global yaitu kondisi objektif, subjektif, kultural dan identitas. Walaupun terdapat perdedaan dalam hal pendorong munculnya gerakan, akan terapi pada dasarnya keempat kondisi ini menekankan pada susbtansi yang sama, yaitu penolakan atas adanya ketidakadilan dan ketimpangan secara struktural. Dalam penjelasan di bawah akan lebih banyak menguraikan tentang kondisi objektif dan cultural yang melatarbelakangi munculnya gerakan Slow Food.


Objective condition

Kondisi objektif merupakan salah satu pendorong munculnya gerakan sosial termasuk Slow Food. Faktor ini menekankan pada terciptanya suatu kondisi struktural yang tidak adil yang kemudian menimbulkan protes dalam masyarakat. Karena menyadari adanya ketimpangan dalam struktur tersebut maka orang-orang yang berada pada situasi disorientasi berkumpul dan membentuk collective behavior untuk melakukan gerakan perlawanan.

Munculnya gerakan Slow Food diawali dengan kondisi di mana masyarakat telah terjebak dalam lingkaran Fast Food. Fast Food sendiri pada kenyataannya merupakan suatu produk kapitalisme yang hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Meluasnya pola pikir materialistis yang di bawa oleh kapitalisme telah mendorong masyarakat untuk menciptakan produk dalam kuatitas yang besar dan waktu yang singkat, tidak terkecuali makanan. Fast Food kemudian menjadi komoditas yang paling diandalkan dalam untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.

Dalam upaya mencapai keuntungan maksimal tersebut, kemudian banyak faktor yang dibaikan dalam industri Fast Food. Faktor kesehatan, lingkungan dan kesejahteraan pekerja misalnya yang tidak begitu diperhatikan dalam hampir semua perusahaan Fast Food. Telah jelas bahwa kentang goreng dan burger memiliki kalori yang sangat tinggi dan menimbulkan penggemukan tidak sehat. Dan tidak hanya itu Fast Food juga sarat dengan bahan kimia tambahan, seperti aspartam dan monosodium glutamat (MSG). Menurut FDA Total Diet Study, hamburger di seluruh dunia mengandung 113 residu pestisida yang berbeda.

Fast Food juga merupakan salah satu industri yang menyumbang besar terhadap penumpukan sampah. Begitu banyak kemasan dan limbah berasal dari Fast Food. Pembungkus makanan, serbet, kotak, wadah styrofoam, plastik, dll, adalah sumber utama dari sampah perkotaan di Amerika Serikat. Dari semua sampah, limbah styrofoam yang paling umum dan terburuk karena membutuhkan setidaknya 900 tahun untuk itu untuk memecahnya di tempat pembuangan sampah. Selanjutnya Fast Food juga banyak mendapat protes karena upah pekerja yang sangat rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan omset perusahaan yang sangat tinggi. McDonald misalnya, memiliki masalah tenaga kerja akibat kurang membayar lembur dan tidak memberi kebebasan berserikat bagi para perkerjanya.

Menanggapi kondisi tersebut, maka muncul gerakan dari masyarakat yang menyadari akan buruknya produk makanan yang selama ini dinikmati sebagian masyarakat dunia dan juga penolakan terhadap struktur yang membentuknya. Slow Food mencoba menyajikan produk makanan yang lebih berkualitas dan juga menyebarluaskan ide dan informasi bahwa makanan selayaknya harus sehat dan tidak menumbulkan berbagai bentuk kekerasan struktural baik bagi manusia maupun bagi lingkungan. Dengan membangun jaringan internasional gerakan ini mencoba membangun kesadaran masyarakat dan mengkampanyekan prinsip-prinsip Slow Food (good, clean dan fair) sebagai bentuk gugatan terhadap sistem dan pola produksi makanan yang ada saat ini.


Cultural Factor

Budaya merupakan produk hasil interaksi dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang diyakini dalam suatu masyarakat mengkonstruksi bagaimana mereka seharusnya bertingkah laku. Globalisasi di sisi lain merupakan proses interaksi tanpa batas yang juga melibatkan unsur budaya di dalamnya. Dan juga tidak dapat dihindari bahwa dampak yang ditimbulkan kemudian adalah munculnya budaya yang lebih mendominasi yang kemudian menetapkan standar modern atau baradabnya suatu masyarakat.

Makanan merupakan salah satu produk budaya manusia. Namun sayangnya indutrialisasi dan konsumerisme yang di dukung oleh globalisasi dan liberalisasi perdagangan telah banyak mengubah cara makan masyarakat saat ini. Fast Food telah menjadi trend baru dalam masyarakat. Padahal sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Fast Food pada dasarnya tidak lebih dari produk yang diciptakan dalam rangka meraup keuntungan materil yang sebesar-besarnya.

Hal ini lah yang menjadi penekanan, bahwa untuk mencapai keuntungan maksimal tersebut salah satu cara yang kemudian ditempuh adalah dengan menggeser budaya masyarakat. Secara tidak disadari budaya masyarakat telah dikonstruksi untuk lebih menguntungkan, termasuk dalam hal makanan. Pola kehidupan masyarakat yang semakin konsumtif telah mengubah paradigma mereka tentang hakekat mengapa mereka makan. Makan tidak lagi hanya diartikan untuk memberi supply energi pada tubuh tapi lebih dari itu makan akan semakin bernilai ketika mereka duduk di restoran cepat saji yang telah menjadi strandar masyarakat modern. Dampaknya gerai Fast Food akan selalu ramai di mana saja.

Berdasar hal tersebut Slow Food kemudian dibentuk sebagai suatu gerakan untuk membentuk kembali budaya masyarakat menganai bagaimana mereka harus hidup dan bagaimana mereka makan. Penekanan utama dalam kampanye Slow Food adalah mengembalikan budaya masyarakat termasuk mencintai makanan dan pengolahan makanan sesuai dengan nilai-nilai yang mereka miliki, tanpa harus dipengaruhi oleh standar masyarakat modern yang diciptakan Fast Food. Masyarakat harus sadar bahwa pola produksi makanan yang berbasis pada Fast Food tidak lebih dari industri yang mencari keuntungan materil semata, dan atas berbagai implikasi negatif yang ditimbulkan maka mereka harus bergerak melakukan penolakan atas hal tersebut.


Kesimpulan

Slow Food merupakan sebuah gerakan sosial global yang terbentuk sebagai respon atas adanya ketimpangan struktural dalam cara hidup dan cara makan dalam masyarakat saat ini. Menjamurnya Fast Food dan berbagai dampak negatif yang menyertainya telah mendorong masyarakat untuk bergerak dan melakukan penolakan dan upaya perubahan atas struktur yang ada. Di mana Fast Food sendiri pada dasarnya merupakan bagian dalam struktur tersebut.

Sejalan dengan hal tersebut, hegemoni budaya telah mengubah pola hidup masyarakat, termasuk dalam hal apa yang mereka makan. Dengan membangun jaringan internasional gerakan Slow Food mencoba melepaskan masyarakat dalam ikatan hegemoni tersebut. Slow Food mencoba mengkampanyekan ide bahwa kita makan bukan karena tuntutan modernitas, dimana makanan yang kita nikmati harusnya bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan juga tidak menciptakan kekerasan struktural bagi manusia dan lingkungan.

Dalam gerakan Slow Food sendiri dapat kita lihat bahwa masyarakat berkumpul karena adanya kesadaran akan nilai yang mereka yakini bersama. Tanpa memandang berbagai macam entitas (suku, agama maupun kewarganegaraan) mereka membentuk collective action untuk melakukan penolakan atas struktur yang mereka anggap salah dan tidak adil. Dalam hal ini konsmopolitanisme tergambarkan melalui gerakan bersama untuk mengkampanyekan bahwa setiap orang harus bertanggung jawab terhadap apa yang mereka makan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar