Jumat, 15 April 2011

surat untuk ibuku

Kisahku ini, bagi kalian, memang bukanlah kisah yang luar biasa. Aku yakin jutaaan orang diluar sana punya kisah yang sama bahkan lebih hebat daripada kisahku. Tapi ini lah yang ingin aku ceritakan, dan aku bagi bersama kalian, tentang seorang yang sangat berharga, bahkan jauh melebihi intan berlian, dia yang sangat luar biasa, pahalawanku, Aminah ku, ibuku.

Aku putri kedua dari empat orang bersaudara. Aku dan ketiga orang saudariku dibesarkan dalam keluarga yang sederhana. Kami tidak punya harta yang berlimpah, kami hidup dengan seadanya. Rumah kami juga tidak megah, biasa saja. Tapi itulah istana kami, tempat aku dan keluargaku bernaung dari terik dan hujan. Tempatku dan ketiga saudariku dibesarkan dalam keluarga yang penuh dengan kehangatan dan kasih sayang.

Sekarang aku dan kedua saudariku tengah menempuh pendidikan di kota lain, kota yang lebih maju, kata ibuku. Dengan harapan kami juga dapat lebih maju dan memajukan keluarga kami. Itulah harapan yang selalu disampaikan ibuku kepada kami ketika setiap kali akan meniggalkan kota kelahiran kami.

Aku mahasiswa tingkat akhir pada jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin. Skripsi yang aku susun tinggal menunggu jadwal untuk segera diujiankan. Semoga smuanya berjalan lancar hingga yudisium dan wisuda tiba pada waktunya. Kakakku saat ini juga mulai menyusun kerangka tugas akhirnya. Pertukaran pelajar selama satu tahun di Negeri Paman Sam membuatnya harus berada pada tahun yang sama denganku. Yah, dia harus berada satu tingkat denganku karena mengulang tahun terakhinya di SMA. Tapi aku, dia, dan keluargaku yakin bahwa hal ini bukan masalah. Pengalaman dan pelajaran yang diperolehnya selama setahun di negeri orang, membuat kami semakin percaya bahwa keputusan yang diambil orangtuaku untuk mengikutkannya dalam program AFS bukan keputusan yang salah. Keluargaku juga tidak pernah menghawatirkan berapa lama waktu yang kami habiskan untuk kuliah apalagi membebaniku dengan biaya yang harus mereka tanggung. Mereka hanya selalu berkata kepada kami untuk belajar dengan baik dan menggunakannya untuk lebih bermanfaat bagi yang lain.

Adik ketigaku adalah seorang mahasiswa baru di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Dia adalah salah satu kebanggaanku dan kebanggaan keluarga kami. Sudah sejak lama ibu ingin mempunyai anak seorang dokter. Tapi ia pun tidak pernah memaksakan hal itu kepada aku dan kakakku. Kami diberi kebebasan untuk memilih jalan kami sendiri. Dan akhirnya, Puput, si putri ketiga, mampu mewujudkan hal itu.

Adik bungsuku saat ini duduk di bangku sekolah menengah pertama. Prestasi yang diraihnya hingga hari ini sangat membanggakan aku dan keluarga. Aku pun terkadang kasihan padanya karena harus tinggal berdua dengan ibu, dan mengurus rumah kami. Tapi tak jarang pula aku iri padanya. Iri karena ibu selalu ada disampingnya.

Ibuku mungkin adalah sosok yang tampak biasa saja. Ia tidak secantik artis sinetron atau sepintar Sri Mulyani. Tapi, bagi kami, dia adalah sosok yang sangat bersahaja. Sangat luar biasa. Dia wanita tangguh yang mampu melakukan segalanya bagi kami, putri-putrinya. Aku tahu, sulit baginya untuk memberikan segala kebutuhan kami, terlebih ketika ayah harus berada jauh di bagian timur Indonesia. Tapi tak pernah terucap olehnya sedikitpun keluhan, tak pernah pula tampak di raut wajahnya kejenuhan. Ia selalu berupaya, bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan kami.

Ibuku sangat mengidolakan bapak BJ. Habibie. Ia selalu berkata kepada kami untuk menjadikan beliau sebagai teladan. Bahkan disela-sela candannya dia kadang berkata untuk menjadikan salah satu putra dari mantan orang nomer satu di Indonesia itu sebagai menantunya kelak. Ibu memang orang yang humoris. Disetiap candanya itulah selalu diselipkan nasehat kepada aku dan saudariku.
Aku selalu merindukan saat itu. Saat ketika kami masih berkumpul bersama. Setiap pagi ibu berangkat ke kantor, pekerjaan yang telah dijalaninya selama lebih 20 tahun. Tapi ia juga tidak pernah luput membuatkan kami sarapan, bahkan menyuapi kami satu persatu ketika kami sibuk merapihkan pakaian sekolah. Ibu hanya ingin memastikan kami tidak akan tersiksa dengan perut yang meronta ketika menerima pelajaran sekolah.

Aku tahu, waktu tidak dapat diputar kembali. Tapi aku tahu, walaupun sekarang berada jauh darinya, Ibu selalu melakukan yang terbaik bagi kami. Di sela-sela kesibukannya, ibu, hampir setiap bulan, mengirimkan masakan buatan tangannya. Karena dia pun tahu kami sangat merindukannya. Dia adalah sosok mulia dibalik apa yang telah kami raih hingga saat ini. Aku tahu tidak ada kata lelah dan pamrih dalam kamusnya untuk memberikan segala yang kami butuhkan. Aku pun tahu nama kami senantiasa terucap dalam tiap lantunan doanya.

Terima kasih mungkin bukan kata yang cukup untuk mengungkapkan dalamnya rasa yang ingin kami ungkapkan kepada ibunda tercinta. Namun mungkin tidak ada pula kata yang bisa kami ucapkan selain, terima kasih ibu.

Semoga Allah selalu menjaga dan melindunginya. Teriring doa kami untuknya. Kami akan membahagiakanmu, kelak.

Tulisan ini aku persembahkan untuk ibundaku tercinta, Ny. Muslihati Umar. Selamat hari Kartini. Kami putri-putri mu, selalu mencintaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar